Tugas Kelompok 2
MK: Ekofisiologi
INTERAKSI
TUMBUHAN DENGAN CAHAYA DAN TEMPERATUR (SUHU)
KELOMPOK II
RUSDIANTO NURMAN
IDIL AKHRI
RAHMAT
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2017
DAFTAR ISI
DAFTAR
ISI……………………………………………………………………2
BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………………..3
a.
Latar Belakang……………………….…………………………………3
b.
Rumusan Masalah………………………………………………………4
c.
Tujuan Masalah…………………………………………………………4
BAB II. PEMBAHASAN……………………………………………………….5
a.
Pengertian……………………………………………………………….5
b.
Interaksi Tumbuhan dengan Cahaya…………………………………6
c.
Interaksi Tumbuhan dengan Temperatur……………………………9
BAB III. PENUTUP………………………………………………………………………13
Kesimpulan……………………………………………………………….....13
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..14
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Telah
kita pahami bersama bahwa ekosistem terdiri dari dua komponen penyusun yaitu komponen
biotik dan komponen abiotik. Dimana mahluk hidup seperti hewan, tumbuhan,
monera, Protista, dan jamur adalah komponen biotiknya sedangkan air, tanah,
cahaya, udara adalah komponen abiotiknya. Dari kedua komponen tersebut terjadi
interaksi. Hal itu berarti keberadaan komponen abiotic memengaruhi komponen
biotik dalam ekosistem tersebut begitupun sebaliknya, komponen biotik
memengaruhi komponen abiotik suatu ekosistem.
Tak
ada satu mahluk hidup pun yang dapat hidup sendiri. Semua mahluk hidup
bergantung pada lingkungannya. Mahluk hidup yang tergolong heterotrof
memperoleh energi baik dari mahluk hidup heterotroph lainnya maupun mahluk
hidup termasuk yang tergolong autotrof sedangkan mahluk hidup yang tergolong
autotrof memperoleh energi atas peran komponen abiotik. Ingatlah kembali
tentang tumbuhan hijau yang tergolong mahluk hidup autotrof membutuhkan zat
dalam menghasilkan energi dan salah satunya caranya adalah dengan
berfotosintesis. Pada proses fotosintesis, tumbuhan hijau memerlukan air
beserta mineral terlarut, karbon dioksida dan cahaya matahari. Air dan mineral
terlarut diserap dari tanah, sedangkan karbon dioksida diperoleh tumbuhan dari
udara. Begitupun dengan cahaya dan temperatur diperoleh dari pancaran sinar
matahari. Hal itu menunjukkan bahwa hidup tumbuhan bergantung pada benda-benda
tidak hidup (abiotik). Lalu bagaimana dengan komponen abiotik, apakah komponen
abiotik dapat juga dipengaruhi oleh komponen biotik?
Salah
satu bukti komponen abiotik dapat dipengaruhi oleh komponen biotik pada hari
ini kita bisa saksikan bersama. Istilah global warming (pemanasan global) tidak
asing lagi ditelinga kita. Adanya penembangan secara liar atau penggundulan di
hutan adalah salah satu penyebab pemanasan global yang berdampak pada Peningkatan
suhu udara bumi. Tumbuhan yang hidup di hutan, selain menghasilkan oksigen juga
dapat menyerap karbon dioksida yang menjadi salah satu konstribusi besar
terjadinya peningkatan suhu bumi.
Berkaitan
dengan hal diatas, kami buat makalah ini untuk membahas lebih dalam mengenai salah
satu bentuk ketergantungan komponen biotik dengan komponen abiotik dalam hal
ini tumbuhan dengan cahaya dan suhu. Olehnya itu makalah ini berjudul interaksi
antara tumbuhan dengan cahaya dan suhu (temperatur).
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas kami mengambil rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana interaksi antara tumbuhan dengan cahaya?
2.
Bagaimana interaksi antara tumbuhan dengan suhu (temperature)?
C.
Tujuan Masalah
Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas mata kuliah
Ekofisiologi serta mengetahui interaksi tumbuhan dengan cahaya dan suhu.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
a.
Interaksi
Interaksi
adalah suatu jenis tindakan yang terjadi ketika dua atau lebih objek
mempengaruhi atau memiliki efek satu sama lain. Ide efek dua arah ini penting
dalam konsep interaksi, sebagai lawan dari hubungan satu arah pada sebab
akibat.
b.
Cahaya
Cahaya merupakan faktor lingkungan yang sangat
penting dalam kehidupan tumbuhan. Khususnya yang berklorofil cahaya matahari
sangat berperan dalam proses fotosintesis. Fotosintesis adalah proses dasar pada
tumbuhan untuk menghasilkan makanan. Makanan yang dihasilkan akan menentukan
ketersediaan energi untuk pertumbuhan dan perkembanagan tumbuhan. Besarnya
energi matahari yang diterima oleh tanaman tidak sama dari musim ke musim,
tetapi bervariasi dan berbeda untuk tiap jenis tanaman. Respon tanaman terhadap
cahaya berbeda-beda antara jenisnya, ada yang mampu tumbuh dalam kondisi cahaya
terbatas atau sering disebut tanaman toleran da nada tanaman yang tidak mampu
tumbuh dalam kondisi cahaya terbatas atau tanaman intoleran. Kedua kondisi ini
memberikan respon terhadap tanaman baik secara anatomi maupun morfologi.
Tanaman yang tahan dalam kondisi cahaya terbatas secara umum mempunyai
ciri-ciri morfologi berdaun lebar dan tipis, sebaliknya tanaman yang intoleran
mempunyai daun yang kecil dan tebal.Cahaya sebagai sumber energi yang sangat penting
bagi ekosistem mempunyai tiga aspek penting, yaitu ; kualitas cahaya intensitas
cahaya, lama penyinaran.
c.
Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan
yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan makhluk hidup, termasuk tumbuhan.
Suhu dapat memberikan pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung. Suhu
dapat berperan langsung hampir pada setiap fungsi dari tumbuhan dengan
mengontrol laju proses-proses kimia dalam tumbuhan tersebut, sedangkan berperan
tidak langsung dengan mempengaruhi faktor-faktor lainnya terutama suplai air.
Suhu akan mempengaruhi laju evaporasi dan menyebabkan tidak saja keefektifan
hujan tetapi juga laju kehilangan air dari organisme.
B. Interaksi Tumbuhan dengan Cahaya
Cahaya adalah faktor lingkungan yang sangat penting
dalam kehidupan tumbuhan. Selain diperlakukan untuk fotosintesis, cahaya
memberi petunjuk bagi banyak peristiwa kunci dalam pertumbuhan dan perkembangan
tumbuhan. Efek cahaya pada morfologi tumbuhan disebut fotomorfogenesis.
Penerimaan cahaya juga memungkinkan tumbuhan mengukur berlalunya hari dan
musim. Tumbuhan dapat mendetksi tidak hanya keberadaan cahaya, namun juga arah,
intensitas, dan panjang gelombang (warna) cahaya. Suatu grafik yang disebut
spectrum aksi menggambarkan keefektifan relatife panjang gelombang radiasi yang
berbeda beda dalam proses tertentu (Cambell, 2012).
Cahaya merupakan faktor esensial untuk pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Cahaya berperan penting dalam proses fisiologi tanaman, terutama
fotosintesis, respirasi, dan transpirasi. Unsur radiasi matahari yang penting
bagi tanaman ialah intensitas cahaya, kualitas cahaya, dan lamanya penyinaran.
Bila intensitas cahaya yang diterima rendah, maka jumlah cahaya yang diterima
oleh satuan luas permukaan daun dalam jangka waktu tertentu rendah (Gardner et
al. 1991).
Pada kebanyakan tanaman, kemampuan tanaman dalam mengatasi cekaman
intensitas cahaya rendah tergantung kepada kemampuannya melanjutkan fotosintesis
dalam kondisi kekurangan cahaya, seperti yang dilaporkan oleh beberapa peneliti
sebelumnya. Hale dan Orcutt (1987) menjelaskan bahwa adaptasi tanaman terhadap
intensitas cahaya rendah melalui dua cara, yaitu peningkatan luas daun untuk
mengurangi penggunaan metabolit dan mengurangi jumlah cahaya yang
ditransmisikan dan yang direfleksikan (Gardner et
al. 1991).
Cahaya matahari merupakan unsur iklim yang sangat berperan bagi
pertumbuhan tanaman melalui proses fotosintesis. Tiga faktor utama radiasi yang
penting bagi tanaman yaitu kuantitas (intensitas), kualitas, dan periode lama
penyinaran. Intensitas adalah jumlah energi yang diterima tanaman pada luasan
dan jangka waktu tertentu. Radiasi berpengaruh terhadap laju pertumbuhan, laju
transpirasi dan periode kritis dalam pertumbuhan (Squire 1993). Reaksi cahaya
dalam fotosintesis merupakan akibat langsung penyerapan foton oleh
molekul-molekul pigmen seperti klorofil. Foton tidak seluruhnya memiliki
tingkat energi yang cocok untuk mengeksitasi pigmen daun. Di atas 760 nm foton
tidak memiliki cukup energi, dan di bawah 390 nm foton (bila diserap oleh daun)
memiliki terlalu banyak energi sehingga akan menyebabkan ionisasi dan kerusakan
pigmen. Hanya foton dengan panjang gelombang antara 390 – 760 nm (photosynthetically
active radiation/ PAR) yang memiliki energi yang cocok untuk fotosintesis
(Gardner et al. 1991).
Dalam proses fotosintesis, energi cahaya dikonversi ke molekul lebih
tinggi (ATP) dan NADPH, terjadi di dalam pigmen atau kompleks protein yang menempel
pada membran tilakoid yang terletak pada kloroplas. Pigmen tanaman yang
meliputi klorofil a, klorofil b, dan karotenoid termasuk xantofil menyerap PAR
terbaik pada panjang gelombang tertentu (Gambar 2). Klorofil a menyerap cahaya
tertinggi pada kisaran panjang gelombang 420 nm dan 660 nm. Klorofil b menyerap
cahaya paling efektif pada panjang gelombang 440 dan 640 nm, sedangkan
karotenoid termasuk xanthofil mengabsorpsi cahaya pada pada panjang gelombang
425 dan 470 nm (Salisbury dan Ross 1992).
Gambar 2. Spektrum cahaya yang dapat diserap oleh pigmen tanaman, biasa disebut
photosynthetically active radiation (PAR) (Salisbury dan Ross 1992).
PAR dikelompokan menjadi dua bagian berdasarkan
kisaran panjang gelombang yang diserap pigmen tanaman yaitu panjang gelombang
aktivitas tinggi (400-500 nm) kelompok cahaya biru, dan panjang gelombang aktif
rendah (600-700 nm) kelompok cahaya merah (respon fitokrom). Cahaya merah
(respon fitokrom) aktif untuk induksi fotoperiodisitas pembungaan, perkembangan
kloroplas (tidak termasuk sintesis klorofil), penuaan (senescence) daun
dan abisisi daun. Sedangkan PAR dari 500-600 nm, kelompok cahaya hijau,
tergolong tidak aktif untuk fotosintesis. Cahaya merah jauh (far-red )
dengan panjang gelombang 700-800 nm juga tidak aktif untuk fotosintesis tetapi
banyak mempengaruhi fotomorfogenesis (Grant 1997). Menurut Salisbury dan Ross
(1992); Grant (1997), cahaya dengan panjang gelombang lebih pendek akan
menghasilkan energi foton yang lebih besar dari pada cahaya dengan panjang
gelombang lebih panjang. Adanya naungan dapat menyebabkan rendahnya foton yang
dapat diserap (Neff, Frankhauser dan Chory 2000).
Intensitas cahaya dapat mempengaruhi proses
metabolisme dalam tanaman. Intensitas cahaya rendah pada umumnya disebabkan
oleh naungan. Spesies tanaman yang memiliki habitat ternaung (shade plant)
memiliki laju fotosintesis yang lebih rendah, titik kompensasi cahaya yang
rendah, serta respon fotosintesisnya mencapai jenuh pada tingkat radiasi yang
lebih rendah dibanding spesies yang memiliki habitat di daerah terbuka (sun
plant). Nilai kejenuhan cahaya tanaman shade plant lebih rendah
karena laju respirasi pada shade plant sangat rendah, sehingga dengan
sedikit saja fotosintesis netto yang dihasilkan sudah cukup membuat laju pertukaran
netto CO2 menjadi nol. Laju respirasi yang rendah menunjukkan
bentuk adaptasi dasar yang memungkinkan tanaman shade plant mampu
bertahan pada lingkungan cahaya terbatas (Salisbury dan Ross 1992).
Pengaruh intensitas cahaya pada metabolisme tanaman
pada akhirnya mempengaruhi morfologi, anatomi, pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Daun tanaman yang ternaungi akan lebih tipis dan lebar daripada daun
tanaman ditempat terbuka, hal ini disebabkan oleh pengurangan lapisan palisade
dan sel-sel mesofil. Tipisnya helaian daun dimaksudkan agar lebih banyak
radiasi matahari yang diteruskan ke bawah sehingga distribusinya merata sampai
pada daun bagian bawah. Sedangkan melebarnya permukaan daun dimaksudkan agar
penerimaan energi cahaya matahari lebih banyak (Sugito 1999). Lapisan palisade dapat
berubah sesuai dengan kondisi cahaya, yang menyebabkan tanaman menjadi efisien
dalam menyimpan energi cahaya untuk perkembangannya. Peran yang kontras antara
sel palisade dan sel bunga karang, yaitu sel palisade dapat menyebabkan cahaya
lewat dan sel bunga karang menangkap cahaya sebanyak mungkin, menyebabkan
absorbsi cahaya yang lebih seragam di dalam daun (Taiz and Zeiger 1991). Daun
yang ternaungi memiliki total klorofil tiap pusat reaksi yang lebih banyak,
memiliki rasio klorofil b/a lebih besar dan biasanya lebih tipis.Sel palisade
daun yang ternaungi lebih pendek daripada daun yang terkena cahaya penuh dan
konsentrasi rubisco lebih sedikit (Taiz and Zeiger 2002).
Beberapa contoh bentuk tanaman akibat adanya perbedaan
intensitas cahaya secara fisik.
Sumber: Campbell,2012 ( hal. 428).
Sumber: Smith, 2006 ( hal. 115)
Kesimpulan.
Berdasarkan dari pembahasan
diatas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Cahaya sangat
berpengaruh terhadap interaksi tanaman, baik dalam pertumbuhan dan
perkembangan, maupun dalam adaptasi di lingkunganya.
2. Interaksi Tumbuhan Dengan Temperatur Akan Mempengaruhi Proses Fisiologis
Dari Tumbuhan Tersebut, Antara Lain Proses Fotosintesis, Respirasi Dan
Transpirasi. Interaksi Ini Mempunya Interval Ter Tertentu, Dimana Suhu Optimal
Bagi Tumbuhan, 20 – 30oc.
DAFTAR PUSTAKA
Ardie , Sinto Wahyuning. 2006. Pengaruh
Intensitas Cahaya Dan Pemupukan Terhadap Pertumbuhan Dan Pembungaan Hoya
Diversifolia Blume. Sekolah Pascasarjana Insitut Pertanian Bogor.
Cambel, dkk. 2012. Biologi Edisi 8 Jilid 2. Penerbit
Erlangga. Jakarta.
Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL (1991) Physiology
of crop plants. Diterjemahkan oleh H. Susilo. Universitas Indonesia Press,
Jakarta. Dalam Jurnal, Pantilu Lisa Indried, dkk. 2012. Respons Morfologi dan Anatomi Kecambah
Kacang Kedelai (Glycine max (L.) Merill) terhadap Intensitas Cahaya yang
Berbeda (Morphological and Anatomical
Responses of The Soybean (Glycine max (L.) Merill) Sprouts to The Different
Light Intensity). Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Sam Ratulangi
Manado
Harwati,
T. 2008. Pengaruh Suhu Dan Panjang Penyinaran Terhadap Umbi Kentang (
Solanum Tuberosum, Ssp.). Jurnal
Inovasi Pertanian. (Online). Vol. 7, No. 1 (Pengaruh Suhu Dan Panjang
Penyinaran Terhadap Umbi Kentang ( Solanum Tuberosum, Ssp.), Diakses 15 Maret
2017)
Kartika Ning Tyas, dkk. 2016. Adaptasi Tanaman
Kedelai Terhadap Intensitas Cahaya Rendah : Karakter Daun untuk Efisiensi
Penangkapan Cahaya Soybean Adaptation to Low Light Intensity: Leaf Characters
for the Light Capture Efficiency. Fakultas Pertanian IPB Bogor.
Smith,
T. M. & Smith, R. L. 2006. Elemens of Ecology (Edisi Enam). San Francisco :
Pearson Benjamin Cummings
Utama,
I. M. S., Dkk. 2007. Pengaruh Suhu Air Dan Lama Waktu Perendaman Beberapa
Jenis Sayuran Daun Pada Proses Crisping. Agritrop. (Online). Vol. 26 (3) : 117 – 123 (Http://Ojs.Unud.Ac.Id/Index.Php /Agritrop/Article/Viewfile/3062/2210, Diakses 15 Maret 2017)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar