Senin, 01 Mei 2017

Interaksi Tumbuhan Dengan Cahaya dan Tempratur



Tugas Kelompok 2
MK: Ekofisiologi

INTERAKSI TUMBUHAN DENGAN CAHAYA DAN TEMPERATUR (SUHU)





KELOMPOK II

RUSDIANTO NURMAN
IDIL AKHRI
RAHMAT



JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2017


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI……………………………………………………………………2
BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………………..3
a.      Latar Belakang……………………….…………………………………3
b.      Rumusan Masalah………………………………………………………4
c.       Tujuan Masalah…………………………………………………………4
BAB II. PEMBAHASAN……………………………………………………….5
a.      Pengertian……………………………………………………………….5
b.      Interaksi Tumbuhan dengan Cahaya…………………………………6
c.       Interaksi Tumbuhan dengan Temperatur……………………………9
BAB III. PENUTUP………………………………………………………………………13
Kesimpulan……………………………………………………………….....13
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..14


 
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Telah kita pahami bersama bahwa ekosistem terdiri dari dua komponen penyusun yaitu komponen biotik dan komponen abiotik. Dimana mahluk hidup seperti hewan, tumbuhan, monera, Protista, dan jamur adalah komponen biotiknya sedangkan air, tanah, cahaya, udara adalah komponen abiotiknya. Dari kedua komponen tersebut terjadi interaksi. Hal itu berarti keberadaan komponen abiotic memengaruhi komponen biotik dalam ekosistem tersebut begitupun sebaliknya, komponen biotik memengaruhi komponen abiotik suatu ekosistem.
Tak ada satu mahluk hidup pun yang dapat hidup sendiri. Semua mahluk hidup bergantung pada lingkungannya. Mahluk hidup yang tergolong heterotrof memperoleh energi baik dari mahluk hidup heterotroph lainnya maupun mahluk hidup termasuk yang tergolong autotrof sedangkan mahluk hidup yang tergolong autotrof memperoleh energi atas peran komponen abiotik. Ingatlah kembali tentang tumbuhan hijau yang tergolong mahluk hidup autotrof membutuhkan zat dalam menghasilkan energi dan salah satunya caranya adalah dengan berfotosintesis. Pada proses fotosintesis, tumbuhan hijau memerlukan air beserta mineral terlarut, karbon dioksida dan cahaya matahari. Air dan mineral terlarut diserap dari tanah, sedangkan karbon dioksida diperoleh tumbuhan dari udara. Begitupun dengan cahaya dan temperatur diperoleh dari pancaran sinar matahari. Hal itu menunjukkan bahwa hidup tumbuhan bergantung pada benda-benda tidak hidup (abiotik). Lalu bagaimana dengan komponen abiotik, apakah komponen abiotik dapat juga dipengaruhi oleh komponen biotik?
Salah satu bukti komponen abiotik dapat dipengaruhi oleh komponen biotik pada hari ini kita bisa saksikan bersama. Istilah global warming (pemanasan global) tidak asing lagi ditelinga kita. Adanya penembangan secara liar atau penggundulan di hutan adalah salah satu penyebab pemanasan global yang berdampak pada Peningkatan suhu udara bumi. Tumbuhan yang hidup di hutan, selain menghasilkan oksigen juga dapat menyerap karbon dioksida yang menjadi salah satu konstribusi besar terjadinya peningkatan suhu bumi.
Berkaitan dengan hal diatas, kami buat makalah ini untuk membahas lebih dalam mengenai salah satu bentuk ketergantungan komponen biotik dengan komponen abiotik dalam hal ini tumbuhan dengan cahaya dan suhu. Olehnya itu makalah ini berjudul interaksi antara tumbuhan dengan cahaya dan suhu (temperatur).

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas kami mengambil rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana interaksi antara tumbuhan dengan cahaya?
2.      Bagaimana interaksi antara tumbuhan dengan suhu (temperature)?

C.    Tujuan Masalah
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Ekofisiologi serta mengetahui interaksi tumbuhan dengan cahaya dan suhu.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian
a.       Interaksi
Interaksi adalah suatu jenis tindakan yang terjadi ketika dua atau lebih objek mempengaruhi atau memiliki efek satu sama lain. Ide efek dua arah ini penting dalam konsep interaksi, sebagai lawan dari hubungan satu arah pada sebab akibat.
b.      Cahaya
Cahaya merupakan faktor lingkungan yang sangat penting dalam kehidupan tumbuhan. Khususnya yang berklorofil cahaya matahari sangat berperan dalam proses fotosintesis. Fotosintesis adalah proses dasar pada tumbuhan untuk menghasilkan makanan. Makanan yang dihasilkan akan menentukan ketersediaan energi untuk pertumbuhan dan perkembanagan tumbuhan. Besarnya energi matahari yang diterima oleh tanaman tidak sama dari musim ke musim, tetapi bervariasi dan berbeda untuk tiap jenis tanaman. Respon tanaman terhadap cahaya berbeda-beda antara jenisnya, ada yang mampu tumbuh dalam kondisi cahaya terbatas atau sering disebut tanaman toleran da nada tanaman yang tidak mampu tumbuh dalam kondisi cahaya terbatas atau tanaman intoleran. Kedua kondisi ini memberikan respon terhadap tanaman baik secara anatomi maupun morfologi. Tanaman yang tahan dalam kondisi cahaya terbatas secara umum mempunyai ciri-ciri morfologi berdaun lebar dan tipis, sebaliknya tanaman yang intoleran mempunyai daun yang kecil dan tebal.Cahaya sebagai sumber energi yang sangat penting bagi ekosistem mempunyai tiga aspek penting, yaitu ; kualitas cahaya intensitas cahaya, lama penyinaran.
c.       Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan makhluk hidup, termasuk tumbuhan. Suhu dapat memberikan pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung. Suhu dapat berperan langsung hampir pada setiap fungsi dari tumbuhan dengan mengontrol laju proses-proses kimia dalam tumbuhan tersebut, sedangkan berperan tidak langsung dengan mempengaruhi faktor-faktor lainnya terutama suplai air. Suhu akan mempengaruhi laju evaporasi dan menyebabkan tidak saja keefektifan hujan tetapi juga laju kehilangan air dari organisme.

B.     Interaksi Tumbuhan dengan Cahaya
Cahaya adalah faktor lingkungan yang sangat penting dalam kehidupan tumbuhan. Selain diperlakukan untuk fotosintesis, cahaya memberi petunjuk bagi banyak peristiwa kunci dalam pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Efek cahaya pada morfologi tumbuhan disebut fotomorfogenesis. Penerimaan cahaya juga memungkinkan tumbuhan mengukur berlalunya hari dan musim. Tumbuhan dapat mendetksi tidak hanya keberadaan cahaya, namun juga arah, intensitas, dan panjang gelombang (warna) cahaya. Suatu grafik yang disebut spectrum aksi menggambarkan keefektifan relatife panjang gelombang radiasi yang berbeda beda dalam proses tertentu (Cambell, 2012).
Cahaya merupakan faktor esensial untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Cahaya berperan penting dalam proses fisiologi tanaman, terutama fotosintesis, respirasi, dan transpirasi. Unsur radiasi matahari yang penting bagi tanaman ialah intensitas cahaya, kualitas cahaya, dan lamanya penyinaran. Bila intensitas cahaya yang diterima rendah, maka jumlah cahaya yang diterima oleh satuan luas permukaan daun dalam jangka waktu tertentu rendah (Gardner et al. 1991).
Pada kebanyakan tanaman, kemampuan tanaman dalam mengatasi cekaman intensitas cahaya rendah tergantung kepada kemampuannya melanjutkan fotosintesis dalam kondisi kekurangan cahaya, seperti yang dilaporkan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Hale dan Orcutt (1987) menjelaskan bahwa adaptasi tanaman terhadap intensitas cahaya rendah melalui dua cara, yaitu peningkatan luas daun untuk mengurangi penggunaan metabolit dan mengurangi jumlah cahaya yang ditransmisikan dan yang direfleksikan (Gardner et al. 1991).   
Cahaya matahari merupakan unsur iklim yang sangat berperan bagi pertumbuhan tanaman melalui proses fotosintesis. Tiga faktor utama radiasi yang penting bagi tanaman yaitu kuantitas (intensitas), kualitas, dan periode lama penyinaran. Intensitas adalah jumlah energi yang diterima tanaman pada luasan dan jangka waktu tertentu. Radiasi berpengaruh terhadap laju pertumbuhan, laju transpirasi dan periode kritis dalam pertumbuhan (Squire 1993). Reaksi cahaya dalam fotosintesis merupakan akibat langsung penyerapan foton oleh molekul-molekul pigmen seperti klorofil. Foton tidak seluruhnya memiliki tingkat energi yang cocok untuk mengeksitasi pigmen daun. Di atas 760 nm foton tidak memiliki cukup energi, dan di bawah 390 nm foton (bila diserap oleh daun) memiliki terlalu banyak energi sehingga akan menyebabkan ionisasi dan kerusakan pigmen. Hanya foton dengan panjang gelombang antara 390 – 760 nm (photosynthetically active radiation/ PAR) yang memiliki energi yang cocok untuk fotosintesis (Gardner et al. 1991).
Dalam proses fotosintesis, energi cahaya dikonversi ke molekul lebih tinggi (ATP) dan NADPH, terjadi di dalam pigmen atau kompleks protein yang menempel pada membran tilakoid yang terletak pada kloroplas. Pigmen tanaman yang meliputi klorofil a, klorofil b, dan karotenoid termasuk xantofil menyerap PAR terbaik pada panjang gelombang tertentu (Gambar 2). Klorofil a menyerap cahaya tertinggi pada kisaran panjang gelombang 420 nm dan 660 nm. Klorofil b menyerap cahaya paling efektif pada panjang gelombang 440 dan 640 nm, sedangkan karotenoid termasuk xanthofil mengabsorpsi cahaya pada pada panjang gelombang 425 dan 470 nm (Salisbury dan Ross 1992).
Gambar 2. Spektrum cahaya yang dapat diserap oleh pigmen tanaman, biasa disebut photosynthetically active radiation (PAR) (Salisbury dan Ross 1992).

PAR dikelompokan menjadi dua bagian berdasarkan kisaran panjang gelombang yang diserap pigmen tanaman yaitu panjang gelombang aktivitas tinggi (400-500 nm) kelompok cahaya biru, dan panjang gelombang aktif rendah (600-700 nm) kelompok cahaya merah (respon fitokrom). Cahaya merah (respon fitokrom) aktif untuk induksi fotoperiodisitas pembungaan, perkembangan kloroplas (tidak termasuk sintesis klorofil), penuaan (senescence) daun dan abisisi daun. Sedangkan PAR dari 500-600 nm, kelompok cahaya hijau, tergolong tidak aktif untuk fotosintesis. Cahaya merah jauh (far-red ) dengan panjang gelombang 700-800 nm juga tidak aktif untuk fotosintesis tetapi banyak mempengaruhi fotomorfogenesis (Grant 1997). Menurut Salisbury dan Ross (1992); Grant (1997), cahaya dengan panjang gelombang lebih pendek akan menghasilkan energi foton yang lebih besar dari pada cahaya dengan panjang gelombang lebih panjang. Adanya naungan dapat menyebabkan rendahnya foton yang dapat diserap (Neff, Frankhauser dan Chory 2000).
Intensitas cahaya dapat mempengaruhi proses metabolisme dalam tanaman. Intensitas cahaya rendah pada umumnya disebabkan oleh naungan. Spesies tanaman yang memiliki habitat ternaung (shade plant) memiliki laju fotosintesis yang lebih rendah, titik kompensasi cahaya yang rendah, serta respon fotosintesisnya mencapai jenuh pada tingkat radiasi yang lebih rendah dibanding spesies yang memiliki habitat di daerah terbuka (sun plant). Nilai kejenuhan cahaya tanaman shade plant lebih rendah karena laju respirasi pada shade plant sangat rendah, sehingga dengan sedikit saja fotosintesis netto yang dihasilkan sudah cukup membuat laju pertukaran netto CO2 menjadi nol. Laju respirasi yang rendah menunjukkan bentuk adaptasi dasar yang memungkinkan tanaman shade plant mampu bertahan pada lingkungan cahaya terbatas (Salisbury dan Ross 1992).
Pengaruh intensitas cahaya pada metabolisme tanaman pada akhirnya mempengaruhi morfologi, anatomi, pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Daun tanaman yang ternaungi akan lebih tipis dan lebar daripada daun tanaman ditempat terbuka, hal ini disebabkan oleh pengurangan lapisan palisade dan sel-sel mesofil. Tipisnya helaian daun dimaksudkan agar lebih banyak radiasi matahari yang diteruskan ke bawah sehingga distribusinya merata sampai pada daun bagian bawah. Sedangkan melebarnya permukaan daun dimaksudkan agar penerimaan energi cahaya matahari lebih banyak (Sugito 1999). Lapisan palisade dapat berubah sesuai dengan kondisi cahaya, yang menyebabkan tanaman menjadi efisien dalam menyimpan energi cahaya untuk perkembangannya. Peran yang kontras antara sel palisade dan sel bunga karang, yaitu sel palisade dapat menyebabkan cahaya lewat dan sel bunga karang menangkap cahaya sebanyak mungkin, menyebabkan absorbsi cahaya yang lebih seragam di dalam daun (Taiz and Zeiger 1991). Daun yang ternaungi memiliki total klorofil tiap pusat reaksi yang lebih banyak, memiliki rasio klorofil b/a lebih besar dan biasanya lebih tipis.Sel palisade daun yang ternaungi lebih pendek daripada daun yang terkena cahaya penuh dan konsentrasi rubisco lebih sedikit (Taiz and Zeiger 2002).
Beberapa contoh bentuk tanaman akibat adanya perbedaan intensitas cahaya secara fisik.
Sumber: Campbell,2012 ( hal. 428).
Sumber: Smith, 2006 ( hal. 115)


Kesimpulan.
Berdasarkan dari pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.      Cahaya sangat berpengaruh terhadap interaksi tanaman, baik dalam pertumbuhan dan perkembangan, maupun dalam adaptasi di lingkunganya.
2.      Interaksi Tumbuhan Dengan Temperatur Akan Mempengaruhi Proses Fisiologis Dari Tumbuhan Tersebut, Antara Lain Proses Fotosintesis, Respirasi Dan Transpirasi. Interaksi Ini Mempunya Interval Ter Tertentu, Dimana Suhu Optimal Bagi Tumbuhan, 20 – 30oc.


DAFTAR PUSTAKA




Ardie , Sinto Wahyuning. 2006. Pengaruh Intensitas Cahaya Dan Pemupukan Terhadap Pertumbuhan Dan Pembungaan Hoya Diversifolia Blume. Sekolah Pascasarjana Insitut Pertanian Bogor.

Cambel, dkk. 2012. Biologi Edisi 8 Jilid 2. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL (1991) Physiology of crop plants. Diterjemahkan oleh H. Susilo. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Dalam Jurnal, Pantilu Lisa Indried, dkk. 2012.  Respons Morfologi dan Anatomi Kecambah Kacang Kedelai (Glycine max (L.) Merill) terhadap Intensitas Cahaya yang Berbeda  (Morphological and Anatomical Responses of The Soybean (Glycine max (L.) Merill) Sprouts to The Different Light Intensity). Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Sam Ratulangi Manado
Harwati, T. 2008. Pengaruh Suhu Dan Panjang Penyinaran Terhadap Umbi Kentang ( Solanum Tuberosum, Ssp.). Jurnal Inovasi Pertanian. (Online). Vol. 7, No. 1 (Pengaruh Suhu Dan Panjang Penyinaran Terhadap Umbi Kentang ( Solanum Tuberosum, Ssp.), Diakses 15 Maret 2017)
Kartika Ning Tyas, dkk. 2016. Adaptasi Tanaman Kedelai Terhadap Intensitas Cahaya Rendah : Karakter Daun untuk Efisiensi Penangkapan Cahaya Soybean Adaptation to Low Light Intensity: Leaf Characters for the Light Capture Efficiency. Fakultas Pertanian IPB Bogor.

Smith, T. M. & Smith, R. L. 2006. Elemens of Ecology (Edisi Enam). San Francisco : Pearson Benjamin Cummings
Utama, I. M. S., Dkk. 2007. Pengaruh Suhu Air Dan Lama Waktu Perendaman Beberapa Jenis Sayuran Daun Pada Proses Crisping. Agritrop. (Online). Vol. 26 (3) : 117 – 123 (Http://Ojs.Unud.Ac.Id/Index.Php /Agritrop/Article/Viewfile/3062/2210, Diakses 15 Maret 2017)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar