LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI TUMBUHAN
TUGAS 1
JUDUL TUGAS
“VEGETASI
(KURVA SPESIES AREA)”
RUSDIANTO NURMAN
121 404 1002
KELAS A
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
NEGERI MAKASSAR
2014
Abstrak
Dalam dunia ekologi terdiri dari
berbagai tingkat kehidupan mulai dari organisme, spesies, populasi, komunitas,
ekosistem, vegetasi, dan biosfer. Vegetasi merupakan kumpulan dari berbagai tumbuh-tumbuhan,
yang terdiri dari berbagai jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat.
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah Metode Kuadrat. Pada Penilitian
ini akan dibahas tentang spesies, kurva, area, dan lingkungan pengambilan
sampel. Kurva spesies-area dalam ekologi, adalah grafik yang menggambarkan
hubungan antara jumlah jenis dengan ukuran kuadrat (petak ukur). Pengambilan
sampel dilakukan pada lapangan samping Mesjid Ulil Albab FMIPA UNM. Pada plot
sampel pertama terdapat 6 spesies yang ditemukan, penambahan plot berikutnya
hanya ada 3 spesies baru ditemukan, begitu juga pengambilan sampel ke-3
kalinya. Namun pada penambahan meter untuk plot terakhir ditemukan 1 penambahan
spesies. Ada hubungan antara bentuk hidup dan pola distribusi.
Kata Kunci: Vegetasi, Metode Kuadrat, Kurva Spesies
Area.
Abstact
In the world of
ecology consists of
various levels of life from organisms, species,
populations, communities, ecosystems,
vegetation, and the
biosphere. Vegetation is a
collection of various herbs, which consists of various types of living
together in one place. The method used in the study were Squares Method. On
This research will discuss about the species, curve, area, and environmental
sampling. Species-area curve in ecology, is a graph illustrating the relationship between the number of species with sizes of squares (the
plot). Sampling was done on the field side of the
UNM Faculty Ulil Albab Mosque. In the first
sample plot contained six species are found, the
addition of the next plot only 3 new species are
found, as well as sampling
the 3rd time. But
in addition to the plot last meter
found one additional
species. There is a relationship between the form of life
and patterns of distribution.
Keywords:
Vegetation, Squares Method, Species Area
Curve.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada prinsipnya ditinjau dari biologi,
makhluk hidup dapat dibagi atas dua bagian besar yaitu, hewan dan tumbuhan.
Kedua kelompok ini sangat tergantung kepada faktor-faktor yang ada diluar
dirinya baik itu secara langsung maupun tidak langsung. Dengan kata lain tidak
ada satu makhluk hidup pun di dunia ini yang dapat berdiri sendiri tanpa
bergantung dengan faktor lainnya. Faktor luar yang mempengaruhi kehidupan
makhluk hidup ini disebut dengan lingkungan. Manusia sebagai makhluk
hidup telah terlibat dan tertarik dengan masalah- masalah lingkungan sejak
dahulu kala walaupun mereka tidak mengerti perkataan ekologi itu sendiri. Dalam
masyarakat primitif setiap individu untuk dapat bertahan hidup memerlukan
pengetahuan terhadap alam lingkungannya. Alam lingkungan (environment) ialah
alam diluar organisma yang efektif mempengaruhi kehidupan organisma tersebut.
Setiap tanaman menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Penyesuaian ini berguna
untuk mempertahankan hidupnya.
Ekologi merupakan
salah satu ilmu dasar bagi ilmu pengetahuan. Dalam ilmu lingkungan,
seperti halnya dalam ekologi jasad hidup (organisme) pada dasarnya dipelajari
dalam unit populasi. Populasi adalah sekelompok individu-individu jasad
hidup (organisme) yang sejenis yang hidup dalam suatu lingkungan tertentu. Respon terhadap
stimulus merupakan salah satu ciri utama kehidupan sehingga dengan adanya ciri
ini organisme mampu untuk memberikan respons (tanggapan) terhadap berbagai
faktor lingkungan dan perubahan sekitarnya.
Salah satu cara yang dilakukan untuk
mengetahui unit penyusun suatu vegetasi yaitu dengan cara menentukan jumlah
minimum dari vegetasi tersebut. Hal ini disebabkan untuk mengetahui unit
penyusun dari suatu vegetasi sangatlah sulit
karena adanya pertimbangan kompleksitas, luas area dan biaya yang sangat
mahal. Oleh karena itu cara pengambilan sampling atau melakukan pencuplikan
banyak dilakukan oleh para peneliti. Untuk mendapatkan gambaran mengenai
struktur dan fungsi alam, para ahli ekologi melakukan penelitian dengan
menggunakan dua pendekatan eksperimen. Dalam melakukan penelitian dengan
pendekatan eksperimen dan observasi lapangan, mereka melakukan pengukuran
terhadap komunitas yang keadaannya lebih banyak ditentukan oleh alam daripada
oleh peneliti. Peneliti mengamati sejumlah variable dalam komunitas, tetapi
tidak melakukan manipulasi variable.
Dalam dunia modern ini ilmu dan teknologi
merupakan tulang punggung perkembangan ekonomi. Ilmu dan teknologi pada
hakekatnya adalah informasi. Hokum ekologi menyatakan, barangsiapa menguasai
jenis, jumlah dan waktu arus informasi, dia menguasai arus materi dan energy.
Dengan menerapkan hokum ini pada ekologi manusia, jelaslah dengan kesenjangan
ilmu dan Negara sedang berkembang kesenjangan ekonomi akan makin besar pula. Sumber daya hayati dengan
segala keanekaragamannya mempunyai peranan yang besar dalam menjamin
kelestararian peradaban sesuatu bangsa. Emampuan mengelola pengeksplotasiannya
secara terlanjutkan, kemahiran dalam mendapatkan alternative bagi sesuatu
komoditas yang mulai melangka, pengembangan potensinya yang belum terungkap,
pengetahuan pengembangannya melalui perakitan dan teknologi pemamfaatan lainnya
haruslah dimiliki dan dikuasai. Kalau tidak menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi dimaksud, suatu ketika dihawatirkan dapat dikuasai bangsa lain dengan
berbagai cara untuk mendapatkannya tanpa disadari.
Untuk mengerti ruang lingkup ekologi adalah
dengan memahami pengertian tingkat-tingkat hirarki organisme dalam kehidupan
organisme. Hirarki berarti suatu penataan menurut skala dari yang terbesar ke
yang terkecil atau sebaliknya. Interaksi dan lingkungan fisik (energi dan
materi) pada setiap tingkat menghasilkan system sistem dengan peran dan fungsi
yang khas. Suatu sistem terdiri dari komponen-komponen yang secara teratur
berinteraksi dan berketergantungan yang keseluruhannya membentuk kesatuan.
Ekologi terutama memperhatikan tingkat-tingkat sistem diatas tingkat organism
(Irwanto, 2010).
Salah satu bagian
ekologi adalah ekologi tumbuhan yang mempelajari berbagai komunitas tumbuhan.
Setiap mempelajari komunitas tumbuhan kita tidak mungkin melakukan penelitian
pada seluruh area yang ditempati suatu komunitas, terutama apabila area
tersebut sangat luas. Kadang kala kita tidak menggunakan luas minimum atau
jumlah minimum yang menggunakan plot dalam meneliti vegetasi, tetapi
menggunakan suatu plot dengan penggunakan metode kuadran.
Di alam jarang
sekali kita temukan kehidupan yang secara individu terpisah (terisolasi), pada
umumnya suatu kehidupan membentuk kelompok atau koloni. Kumpulan berbagai jenis
organisme hidup disebut komunitas biotik yang terdiri atas komunitas tumbuhan
(vegetasi), komunitas hewan dan komunitas jasad renik. Ketiga macam komunitas
itu berhubungan erat dan saling bergantung. Ilmu untuk menjelaskan
komunitas masyarakat ini disebut sinekologi.
Di dalam komunitas percampuran jenis-jenis tidak demikian saja terjadi,
melainkan setiap spesies menempati ruang tertentu sebagai kelompok yang saling
mengatur di antara mereka. Kelompok ini disebut populasi sehingga populasi
merupakan kumpulan individu-individu dari satu macam spesies.
Struktur komunitas tumbuhan memiliki sifat
kualitatif dan kuantitatif. Dengan demikian dalam deskripsi struktur komunitas
tumbuhan dapat dilakukan dengan cara kualitatif dengan parameter kuantitatif.
Namun, persoalan yang sangat penting dalam analisis komunitas adalah bagaimana
cara mendapatkan data terutama data kuantitatif dari semua spesies tumbuhan
yang menyusun komunitas. Parameter kuantitatif dan kualitatif apa saja yang
dibutuhkan, penyajian data dan interpretasi data, agar dapat mengemukakan
komposisi floristic serta sifat-sifat komunitas tumbuhan secara utuh dan
menyeluruh (Indriyanto, 2005).
Komunitas secara dramatis berbeda-beda dalam
kekayaan spesiesnya (spesies ricaness) jumlah yang mereka miliki. Mereka juga
berada dalam dalam kelimpahan relatif (relatif abdance), spesies, beberapa
komunitas terdiri dari beberapa spesies yang umum dan beberapa spesies yang
jarang semenetara yang lainnya mengandung jumlah spesies yang di dalam
komunitas mempunyai dampak yang sangat besar pada ciri umumnya, konsep ini
memiliki suatu komunitas yang berbeda kekayaan spesies yang sama tetapi
jumlahnya lebih terbagi secara beranekaragam. Mepertimbangkan kedua komponen
keanekaragaman yaitu kekayaan spesies dan kelimpahan relatif (Campbell, 2002).
Vegetasi (komunitas tumbuhan) diberi nama
atau digolongkan berdasarkan spesies dan bentuk hidup yang dominan, habitat
fisik atau kekhasan fungsional. Oleh karena itu, maka kita dapat menyatakan
suatu komunitas seperti vegetasi padang rumput, vegetasi pantai pasir, vegetasi
kebun the, dan vegetasi hutan bakau. Unit penyusun vegetasi adalah populasi,
sedangkan unit penyusun populasi adalah spesies atau semua individu yang
sejenis yang berada di tempat pengamatan yang dilakukan. Oleh karena itu, dalam
penelitian mengenai vegetasi tumbuhan dilakukan dengan cara mengamati individu
dalam menyusun populasi, sehingga dapat menggambarkan vegetasi berdasarkan
karakteristik suatu populasi tersebut (Supriatno, 2001).
Memperhatikan batasan vegetasi tersebut
dapat kita pahami bahwa^vegetasi adalah komunitas tumbuhan atau>masyarakat
tumbuhan. Istilah vegetasi berbeda dengan flora>dalam hal ini secara
sederhana flora diartikan daftar spesies atau<taksa tumbuhan yang terdapat
pada daerah tertentu.
Setiap mempelajari komunitas tumbuhan kita
tidak mungkin melakukan penelitian pada seluruh area yang ditempati suatu
komunitas, terutama apabila area tersebut sangat luas. Kadangkala kita tidak
menggunakan luas minimum atau jumlah minimum yang menggunakan plot dalam
meneliti vegetasi, tetapi menggunakan suatu metode titik atau point frekuensi
frame (Hiola, 2008).
Berdasarkan
kepentingan deskripsi suatu komunitas tumbuhan diperlukan minimal tiga macam
parameter kuantitatif antara lain : densitas, frekuensi dan dominansi. Meskipun
demikian, masih banyak parameter kuantitatif yang dapat digunakan untuk
mendeskripsikan komunitas tumbuhan, baik dari segi struktur komunitas maupun
tingkat kesamaannya dengan komunitas lainnya.
Para ahli tidak hanya menggunakan luas
minimum dalam meneliti vegetasi, tetapi juga menggunakan luas tertentu yang
sudah ditentukan, misalnya 10x20 meter pesegi untuk komunitas hutan, dan
kemudian melakukan pengulangan dengan ukuran tersebut sampai didapat jumlah
minimum yang mewakili vegetasi. Andaikan kita mengamati vegetasi padang rumput,
dengan ukuran 1x1 meter persegi, maka kita harus mencari beberapa kuadrat yang
diperlukan agar sebagaian besar spesies yang di dalam komunitas termasuk ke
dalam pencuplikan. Dasar Pemikiran yang digunakan untuk menjawab hal ini semua,
sama dengan penetuan luas minimum yaitu berdasarkan jumlah percontoh yang
diperkirakan dapat mewakili seluruh karasterisik vegetasi. Akan tetapi perlu
diingat bahwa kadangkala kita tidak menggunakan luas minimum, jumlah kuadrat
minimum maupun point frame dalam meneliti vegetasi, tetapi menggunakan suatu
metode analisa vegetasi dengan menggunakan metode kuadrat. Gambaran suatu
vegetasi dapat dilihat dari keadaan unit penyusun vegetasi yang dicuplik. Hal
tersebut dapat dinyatakan dengan variable berupa nilai dari kerapatan atau
densitas, penutupan atau cover, dan frekuensi
(Hiola, 2008) .
Mengamati unit penyusun vegetasi yang luas
secara tepat sangat sulit dilakukan karena pertimbangan kompleksitas, luas area
waktu dan biaya. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya peneliti bekerja dengan
melakukan pencuplikan (sampling). Unit cuplikan atau unit sampling dalam
analisis vegetasi dapat berupa bidang (plot, kuadrat, garis atau titik). Dalam
perkembangannya unit cuplikan yang dipergunakan untuk suatu analisis vegetasi
menggambarkan metode yang di gunakan. Dengan demikian dalam pencuplikan
mengenai suatu vegetasi digunakan berbagai alternative metode diantaranya:
metode kuadrat, metode garis dan metode titik (Suprianto, 2001).
Untuk mengamati unit penyusun vegetasi yang
luas secara tepat sangat sulit dilakukan karena pertimbangan kompleksitas, luas
area waktu dan biaya. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya peneliti bekerja
dengan melakukan pencuplikan (sampling). Unit cuplikan atau unit sampling dalam
analisis vegetasi dapat berupa bidang (plot, kuadrat, garis atau titik). Dalam
perkembangannya unit cuplikan yang dipergunakan untuk suatu analisis vegetasi
menggambarkan metode yang di gunakan. Dengan demikian dalam pencuplikan
mengenai suatu vegetasi digunakan berbagai alternative metode diantaranya:
metode kuadrat, metode garis dan metode titik (Suprianto, 2001).
Metode kuadran
digunakan untuk mengetahui persen penutupan dari suatu vegetasi, sehingga
tujuannya pun sama dengan metode-metode yang lain yaitu untuk mengetahui suatu
komunitas tanpa meneliti secara keseluruhan. Ukuran plot hendaknya ditentukan
berdasarkan pada kondisi obyektif dari ukuran dan kerapatan tumbuhan yang dicuplik. Plot hendaknya
mencakup individu-individu yang dapat dipilah-pilah, dihitung, dan diukur tanpa
membingungkan sehingga mengakibatkan adanya individu yang terlampaui atau
dihitung lebih dari sekali. Oleh karena itu perlu ditentukan ukuran plot minimal
untuk vegetasi yang akan diamati (Supriyanto, 2001).
Untuk plot berbentuk persegi, dimulai dengan
membuat sebuah plot (bidang datar) persegi pada suatu tegakan dengan kuadrat
(luas) terkecil, misalnya untuk lapangan rumput adalah 25 x 25 cm2,
selanjutnya dicatat spesies tumbuhan yang ada dalam kuadrat terkecil. Kemudian
kuadrat diperluas dua kali luas semula dan kemudian penambahan spesies baru
yang terdapat dalam kuadrat luasan dicatat. Perluasan kuadrat dilanjutkan
dengan ukuran dua kali luas sebelumnya sampai tidak ada lagi penambahan spesies
baru. Bila tidak ada penambahan spesies baru atau penambahan kurang dari 10%
maka ukuran kuadrat minimal dapat ditentukan (Suprianto, 2001).
Metode
kuadrat adalah salah satu metode analisis vegetasi berdasarkan suatu luasan
petak contoh. Kuadrat yang dimaksud dalam metode ini adalah suatu ukuran luas
yang diukur dengan satuan kuadrat seperti m², cm² dan lain-lain. Bentuk petak
contoh pada metode kuadrat pada dasarnya ada tiga macam yaitu bentuk lingkaran,
bentuk bujur sangkar dan bentuk empat persegi panjang. Dari ketiga bentuk petak
contoh ini masing-masing bentuk memiliki kelebihan dan kekurangannya (Kusmana, C,
1997).
Titik berat analisa vegetasi terletak pada komposisi jenis dan jika kita
tidak bisa menentukan luas petak contoh yang kita anggap dapat mewakili
komunitas tersebut, maka dapat menggunakan teknik Kurva Spesies Area. Dengan
menggunakan kurva ini, maka dapat ditetapkan : (1) luas minimum suatu petak
yang dapat mewakili habitat yang akan diukur, (2) jumlah minimal petak ukur
agar hasilnya mewakili keadaan tegakan atau panjang jalur yang mewakili jika
menggunakan metode jalur. Caranya adalah dengan mendaftarkan jenis-jenis yang
terdapat pada petak kecil, kemudian petak tersebut diperbesar dua kali dan
jenis-jenis yang ditemukan kembali didaftarkan.
Dengan demikian pada suatu daerah
vegetasi umumnya akan terdapat suatu luas tertentu, dan daerah tadi sudah
memperlihatkan kekhususan dari vegetasi secara keseluruhan.yang disebut luas
minimum area. Olehnya itu, pada praktikum ini bertujuan untuk mempelajari
keragaman jenis tumbuhan dalam suatu lingkungan dan untuk menentukan luas peta
minimum yang dapat mewakili tipe komunitas yang sedang dianalisis guna
keperluan ekologi. Serta untuk membantu peneliti atau
praktikan menggambarkan daerah lokasi penelitian secara sederhana dan memetakan
vegetasi yang penting bagi penelitian tersebut. Selain itu Dari uraian inilah maka dilakukan penghitungan indeks
diversitas (indeks keseragaman) dari vegetasi tanaman menggunakan analis data dengan R software.
B. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum
yaitu untuk mengetahui penentuaan pola distribusi spesies tumbuhan pada suatu
area tertentu melalui kurva spesies area.
C. Manfaat Praktikum
Mahasiswa mampu
menentukan pola distribusi spesies tumbuhan pada suatu area tertentu melalui
kurva spesies area
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Kondisi
Umum di Lapangan
a.
Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh
berdasarkan hasil pengamatan di lapangan. Data primer yang akan dikumpulkan,
yaitu :
1. Data jumlah individu
tingkat herba, perdu dan pohon, serta data jumlah individu, tinggi dan diameter
tingkat tiang dan pohon
2. Data sebaran
titik vegetasi tanaman herba, perdu dan pohon.
b.
Data sekunder
Data sekunder yang mendukung penelitian ini
diperoleh dari
1.
Lapangan mesjid Ulil Albab kampus
Parangtambung FMIPA UNM.
B.
Pengertian
Spesies, Area, dan Kurva
Spesies atau jenis adalah suatu takson yang dipakai dalam taksonomi untuk menunjuk pada satu atau beberapa
kelompok individu (populasi) yang serupa dan dapat saling membuahi satu
sama lain di dalam kelompoknya (saling membagi gen) namun tidak dapat dengan anggota kelompok
yang lain, (Campbell, 2008).
Area adalah sebuah daerah yang dikuasai atau menjadi teritorial dari sebuah kedaulatan. Sedangkan kurva adalah suatu metode grafik yang digunakan untuk
mempresentasikan data pada tabel kehidupan(Campbell, 2008).
Kurva spesies-area (bahasa
Inggris: species-area curve, SAC), dalam ekologi, adalah grafik yang menggambarkan hubungan antara jumlah
jenis dengan ukuran kuadrat (petak ukur). Grafik itu biasanya menunjukkan pola
pertambahan jumlah jenis yang relative tajam pada ukuran kuadrat kecil sampai
pada suatu titik tertentu dan sesudah itu semakin mendatar seiring dengan
peningkatan ukuran kuadrat. SAC dapat digunakan untuk menentukan luas kuadrat
tunggal minimum yang mewakili suatu komunitas tumbuhan dari segi jenis penyusun
(Wikipedia, 2014).
C.
Analisis
Vegetasi
Vegetasi (dari bahasa Inggris:
vegetation) dalam ekologi adalah istilah untuk keseluruhan komunitas
tetumbuhan. Vegetasi merupakan bagian hidup yang tersusun dari tetumbuhan yang
menempati suatu ekosistem. Beraneka tipe hutan, kebun, padang rumput, dan
tundra merupakan contoh-contoh vegetasi. Secara
umum peranan vegetasi dalam suatu ekosistem terkait dengan pengaturan
keseimbangan karbon dioksida dan oksigen dalam udara, perbaikan sifat fisik,
kimia dan biologis tanah, pengaturan tata air tanah dan lain-lain. Meskipun
secara umum kehadiran vegetasi pada suatu area memberikan dampak positif,
tetapi pengaruhnya bervariasi tergantung pada struktur dan komposisi vegetasi
yang tumbuh pada daerah itu. (Syafei, 1990).
Menurut Kershaw (1973), Struktur vegetasi terdiri atas 3 komponen,
yaitu:
1.
Struktur vegetasi berupa vegetasi
secara vertikal yang merupakan diagram profil yang melukiskan lapisan pohon, tiang,
sapihan, semak dan herba penyusun vegetasi.
2.
Sebaran, horizontal jenis-jenis
penyususn yang menggambarkan letak dari suatu individu terhadap individu lain.
3.
Kelimpahan (abudance) setiap jenis
dalam suatu komunitas.
Analisis
vegetasi biasa dilakukan oleh ilmuwan ekologi untuk mempelajari kemelimpahan
jenis serta kerapatan tumbuh tumbuhan pada suatu tempat Analisa vegetasi adalah
cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau
masyarakat tumbuh-tumbuhan. Untuk suatu kondisi hutan yang luas, maka kegiatan
analisa vegetasi erat kaitannya dengan sampling, artinya kita cukup menempatkan
beberapa petak contoh untuk mewakili habitat tersebut. Dalam sampling ini ada
tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu jumlah petak contoh, cara peletakan
petak contoh dan teknik analisa vegetasi yang digunakan. Beberapa sifat yang
terdapat pada individu tumbuhan dalam membentuk populasinya, dimana sifat sifatnya
bila di analisa akan menolong dalam menentukan struktur komunitas. Sifat sifat
individu ini dapat dibagi atas dua kelompok besar, dimana dalam analisanya akan
memberikan data yang bersifat kualitatif dan kuantitatif (Sumardi, 2004).
1.
Analisis Vegetasi Kualitatif
Komposisi dan struktur komunitas tumbuhan secara
kualitatif dan dapat di deskripsikan dengan observasi visual tanpa sampling
khusus serta pengukuran. Studi analisi vegetasi kualitatif meliputi perhitungan secara stratifikasi, aspeksi, sosiabilitas, floristik, dan bentuk hidup.
2.
Analisis Vegetasi Kuantitati
Analisis kuantitatif meliputi, distribusi tumbuhan (frekuensi),
kerapatan (density), atau banyaknya (abudance). Dalam analisis ini
diperlukan suatu perkiraan atau estimasi. Hal tersebut dapat
dibuat dengan observasi spesies tumbuhan pada tempat berbeda dalam habitat. Beberapa metode yang sering digunakan adalah metode
kuadrat, metode lop, metode titik, dan metode transek. Dengan
informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan,
komunitas vegetasi dikelompokkan menjadi vegetasi iklim dan vegetasi tanah yang
berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang spesifik
(Ewusie,
2000).
Menurut Wirakusumah (2003) terdapat factor sarana
penyebaran vegetasi, yaitu:
1.
Angin,
Tingkat kecepatan dan arah angin turut serta berpengaruh dalam persebaran
makhluk hidup di dunia. Misalnya, ada spora yang tumbuh. Lalu ada angin. Angin
tersebut mengarah ke timur. Maka, spora itu pun ikut terbawa ke timur. Alhasil,
di timur banyak tumbuhan. Perbedaan-perbedaan seperti inilah yang menyebabkan
flora dan fauna tersebar ke berbagai wilayah, mereka akan memilih habitat yang
sesuai dengan dirinya dan sesui dengan kebutuhan hidupnya. dengan media angin
fauna dapat bermigrasi dari kekuatan terbang sedangkan flora dapat menggunakan
angin untuk bermigrasi dari berat ringannya benih.
2.
Air,
kemampuan fauna dalam berenang terutama hewan - hewan air menyebabkan
perpindahan mudah terjadi. Benih umbuhan dapat tersangkut dan berpindah tempat
dengan menggunakan media aliran sungai atau arus laut.
3.
Lahan,
hampir semua fauna daratan menggunakan lahan sebagai media untuk berpindah
tempat.
4.
Pengangkutan
Manusia, baik secara sengaja maupun tidak sengaja manusia dapat menyebabkan
perpindahan flora dan fauna. Manusia mampu mengubah lingkungan untuk memenuhi
kebutuhan tertentu. Misalnya daerah hutan diubah menjadi daerah pertanian,
perkebunan atau perumahan dengan melakukan penebangan, reboisasi atau
pemupukan. Manusia dapat menyebarkan tumbuhan dari suatu tempat ke tempat
lainnya. Selain itu manusia juga mampu mempengaruhi kehidupan fauna di suatu
tempat dengan melakukan perlindungan atau perburuan binatang. Hal ini
menunjukkan bahwa faktor manusia berpengaruh terhadap kehidupan vegetasi di
dunia ini.
5.
Tumbuhan, Tumbuhan
dalam hal ini bisa menjadi penyebab vegetasi lain mengalami perpindahan dan
penyesuaian. Namun tumbuhan sendiri juga merupakan mereka yang termasuk
menyesuaikan diri dengan lingkungannya, yang dibahas persebarannya. Misalnya
saja bila hutan rusak, tumbuhan di hutan banyak yang kekeringan, pastinya
hewan-hewan di hutanpun juga akan menjadi tidak terpelihara, mereka susah untuk
hidup, tidak bisa memanuhi kebutuhan hidupnya. Habitat mereka terganggu bahkan
samapi menyebabkan kematian. Tumbuhan pun akan tetap beradaptasi dengan
lingkungan hidupnya. Misalnya saja tumbuhan hidrofit yang butuh sangat banyak
air akan lebih memilih tinggal di tempat berair dibanding dengan tempat yang
kering. Nmaun berbeda dengan tumbuhan xerofit yang lebih memilih berada di tempat
kering dan gersang, atupun yang terjadi pada tumbuhan higrofit yang meilih
habitat di tempat-tempat lembab. Jadi tumbuhan tidak hanya sarana biotic ynag
dapat menyebabkan terjadinya persebaran flora dan fauna, khususnya fauna, namun
dirinya sendiri juga yang mengalami persebaran dan melakukan adaptasi.
6.
Hewan,
kegiatan hewan seperti kupu-kupu atau lebah yang berpengaruh pada penyerbukan
tanaman. Semuanya dapat terjadi di dunia flora dan fauna. Misalnya serangga
dalam proses penyerbukan, kelelawar, burung, tupai membantu dalam penyebaran
biji tumbuhan.
7.
Relief
(tingi/rendahnya permukaan bumi), Faktor ketinggian permukaan bumi umumnya
dilihat dari ketinggiannya dari permukaan laut (elevasi). Misalnya ketinggian
tempat 1500 m berarti tempat tersebut berada pada 1500 m di atas permukaan
laut. Semakin tinggi suatu daerah semakin dingin suhu di daerah tersebut.
Demikian juga sebaliknya bila lebih rendah berarti suhu udara di daerah
tersebut lebih panas. Setiap naik 100 meter suhu rata - rata turun sekitar 0,5
derajat Celcius. Jadi semakin rendah suatu daerah semakin dingin daerah
tersebut. Oleh sebab itu ketinggian permukaan bumi besar pengaruhnya terhadap
jenis dan persebaran tumbuhan. Daerah yang suhu udaranya lembab, basah di
daerah tropis, tanamannya lebih subur dari pada daerah yang suhunya panas dan
kering.
Dalam menganalisis vegetasi, ada beberapa
macam metode yang dapat digunakan. Ada yang menggunakan petak contoh (plot) dan
ada yang tak menggunakan petak contoh (plot less). Metode yang menggunakan
petak contoh (plot) di antaranya adalah metode kuadrat, sedangkan yang tidak
menggunakan petak contoh adalah titik menyinggung (point intercpt), Point
Centered Quarter Methods, dll. Pemilihan metode ini tergantung pada tipe
vegetasi, tujuan, ketersediaan dana, waktu, tenaga, dan kendala-kendala
lainnya. (Marsono, 2004).
a.
Metode Kuadrat
Metode kuadrat adalah salah satu metode analisis vegetasi berdasarkan
suatu luasan petak contoh. Kuadrat yang dimaksud dalam metode ini adalah suatu
ukuran luas yang diukur dengan satuan kuadrat seperti m², cm² dan lain-lain.
Bentuk petak contoh pada metode kuadrat pada dasarnya ada tiga macam yaitu
bentuk lingkaran, bentuk bujur sangkar dan bentuk empat persegi panjang. Dari
ketiga bentuk petak contoh ini masing-masing bentuk memiliki kelebihan dan
kekurangannya (Kusmana,
C, 1997).
Bentuk
lingkaran akan lebih menguntungkan jika dapat dipakai untuk analisis vegetasi
herba yang bergerombol, karena ukuran dapat cepat diperluas dan teliti dengan
menggunakan seutas tali yang dikaitkan pada titik pusat lingkaran. Untuk
vegetasi herba rendah bentuk empat persegi panjang akan lebih efisien
dibandingkan dengan bentuk bujur sangkar pada ukuran yang sama. Hal ini
disebabkan karena kelompok tumbuhan cenderung akan tumbuh membentuk lingkaran,
sehingga bentuk petak contoh berbentuk empat persegi panjang akan lebih banyak
kemungkinannya untuk memotong kelompok tumbuhan dibandingkan dengan bentuk
bujur sangkar pada luasan yang sama, dengan demikian jumlah jenis yang teramati
akan lebih banyak (Kusmana,
C, 1997).
Namun demikian, bentuk
petak contoh empat persegi panjang mempunyai kekurangan terhadap bentuk bujur
sangkar, karena perbandingan panjang tepi terhadap luasnya lebih besar daripada
perbandingan panjang tepi bujur sangkar terhadap luasnya. Kesalahan tersebut
terus meningkat apabila perbandingan panjang tepi terhadap luasnya semakin
meningkat.
a). Jenis jenis metode kuadrat.
Metode kuadrat juga ada beberapa
jenis:
a.
Liat quadrat: Spesies di luar petak sampel dicatat.
b.
Count atau list count quadrat: Metode ini dikerjakan dengan
menghitung jumlah spesies yang ada beberapa batang dari masing-masing spesies
di dalam petak. Jadi merupakan suatu daftar spesies yang ada di daerah yang
diselidiki.
c.
Cover quadrat (basal area kuadrat): Penutupan relatif dicatat, jadi persentase
tanah yang tertutup vegetasi. Metode ini digunakan untuk memperkirakan berapa
area (penutupan relatif) yang diperlukan tiap-tiap spesies dan berapa total
basal dari vegetasi di suatu daerah. Total basal dari vegetasi merupakan
penjumlahan basal area dari beberapa jenis tanaman.
d.
Chart quadrat: Penggambaran letak atau bentuk tumbuhan disebut Pantograf. Metode
ini terutama berguna dalam mereproduksi secara tepat tepi-tepi vegetasi dan
menentukan letak tiap-tiap spesies yang vegetasinya tidak begitu rapat. Alat
yang digunakan pantograf dan planimeter. Pantograf dilengkapi dengan lengan
pantograf. Planimeter merupakan alat yang dipakai dalam pantograf yaitu alat
otomatis mencatat ukuran suatu luas bila batas-batasnya diikuti dengan jarumnya
(Weaver, 1938).
Dengan metode
kuadrat, bentuk percontoh atau sampel dapat berupa segi empat atau lingkaran
yang menggambarkan luas area tertentu. Luasnya bisa bervariasi sesuai dengan
bentuk vegetasi atau ditentukan dahulu luas minimumnya. Untuk analisis yang
menggunakan metode ini dilakukan perhitungan terhadap variabel-variabel
kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi (Syafei, 1990).
b).Sistem Analisis dengan Metode Kuadrat
Kerapatan adalah jumlah
individu suatu jenis tumbuhan dalam suatu luasan tertentu, misalnya 100
individu/ha. Frekuensi suatu jenis tumbuhan adalah jumlah petak contoh dimana
ditemukannya jenis tersebut dari sejumlah petak contoh yang dibuat. Biasanya
frekuensi dinyatakan dalam besaran persentase. Basal area merupakan suatu
luasan areal dekat permukaan tanah yang dikuasai oleh tumbuhan. Untuk pohon,
basal areal diduga dengan mengukur diameter batang (Kusmana, 1997).
Menurut
Sumardi (2004) Kurva Spesies Area berguna untuk menunjukkan sistem keterwakilan
dari hutan terwakili sehingga analisis vegetasi yang dilakukan dapat mewakili
hutan yang diteliti. Langkah-langkah pembuatan Kurva Spesies Area adalah :
1.
Pembuatan
plot awal dimana plot ini terletak secara sengaja di daerah penelitian yang
menurut peneliti mewakili seluruh jenis yang ada, luas ukuran plot Kurva
Spesies Area tergantung pada peneliti, yang penting adalah konsistensi plot
selanjutnya dibuat berukuran dua kali luas plot awal.
2.
Dihitung jumlah spesies tumbuhan yang terdapat
dalam plot 1,2,3,…dan seterusnya.
3.
Dibuat Kurva Spesies Area dengan menghubungkan
antara ukuran plot dengan jumlah spesies (Gambar 2).
4.
Dari
Kurva Spesies Area tersebut dapat ditentukan luas plot minimal atau minimal
area yang digunakan. Bila dengan penambahan luas plot tidak lagi menyebabkan
kenaikan jumlah jenis lebih dari 5 %, maka ukuran petak yang digunakan adalah
seluas tersebut.
Gambar 2. Kurva
Spesies Area (Sumardi 2004.).
Menurut Sumardi (2004) jika berbicara mengenai vegetasi, kita tidak bisa terlepas
dari komponen penyusun vegetasi itu sendiri dan komponen tersebutlah yang
menjadi fokus dalam pengukuran vegetasi. Komponen tumbuh-tumbuhan penyusun
suatu vegetasi umumnya terdiri dari bentuk tumbuh (growth form) berikut:
1.
Belukar (Shrub) :
Tumbuhan yang memiliki kayu yang cukup besar, dan memiliki tangkai yang terbagi
menjadi banyak subtangkai.
2.
Epifit (Epiphyte)
: Tumbuhan yang hidup dipermukaan tumbuhan lain (biasanya pohon dan palma).
Epifit mungkin hidup sebagai parasit atau hemi-parasit.
3.
Paku-pakuan (Fern)
: Tumbuhan tanpa bunga atau tangkai, biasanya memiliki rhizoma seperti akar dan
berkayu, dimana pada rhizoma tersebut keluar tangkai daun.
4.
Palma (Palm) :
Tumbuhan yang tangkainya menyerupai kayu, lurus dan biasanya tinggi; tidak
bercabang sampai daun pertama. Daun lebih panjang dari 1 meter dan biasanya
terbagi dalam banyak anak daun.
5.
Pemanjat (Climber)
: Tumbuhan seperti kayu atau berumput yang tidak berdiri sendiri namun merambat
atau memanjat untuk penyokongnya seperti kayu atau belukar.
6.
Terna (Herb) :
Tumbuhan yang merambat ditanah, namun tidak menyerupai rumput. Daunnya tidak
panjang dan lurus, biasanya memiliki bunga yang menyolok, tingginya tidak lebih
dari 2 meter dan memiliki tangkai lembut yang kadang-kadang keras.
7.
Pohon (Tree) :
Tumbuhan yang memiliki kayu besar, tinggi dan memiliki satu batang atau tangkai
utama dengan ukuran diameter lebih dari 20 cm.
Untuk
tingkat pohon dapat dibagi lagi menurut tingkat permudaannya, yaitu :
a.
Semai (Seedling) : Permudaan mulai dari kecambah sampai anakan
kurang dari 1.5 m.
b.
Pancang (Sapling) : Permudaan dengan tinggi 1.5 m sampai anakan
berdiameter kurang dari 10 cm.
c.
Tiang (Poles) : Pohon muda berdiameter 10 cm sampai kurang
dari 20 cm.
Menurut Soerianegara dan Indrawan
(1988) perhitungan analisis vegetasi ini dilakukan dengan metode jalur berpetak
lanjut (continuous plot sampling) dengan setiap jalur berukuran 20 meter
x 100meter. Pengumpulan data primer kondisi dengan melakukan inventarisasi
vegetasi dengan metode jalur berpetak pada tiga formasi hutan yaitu hutan
gambut, hutan peralihan (ecoton) dan hutan Dipterocarpaceae atas. Pada setiap
formasi hutan dibuat jalur dengan luas 0,2 ha, yaitu lebar 20 m dan panjang 100
m. Jumlah plot yang dibuat adalah lima plot untuk setiap jalur analisis
vegetasi. Inventarisasi vegetasi dilakukan untuk mengetahui struktur dan
komposisi vegetasi habitat Orangutan Sumatera. Desain petak jalur tertera pada
Gambar 3.
Keterangan:
A.
Semai
berukuran 2 m x 2 m. Semai adalah anakan pohon mulai kecambah sampai setinggi <1,5 m.
B.
Pancang berukuran 5 m x 5 m. Pancang adalah
anakan pohon yang tingginya ≥ 1,5 m sampai diameter < 10 cm
C.
Tiang
berukuran 10 m x 10 m. Tiang adalah pohon muda yang diameternya mulai 10 cm
sampai < 20 cm.
D.
Pohon
berukuran 20 m x 20 m. Pohon adalah pohon dewasa berdiameter ≥ 20 cm.
Jika sudah dapat ditentukan luas petak
minimum, maka juga harus dapat ditentukan jumlah petak contoh keseluruhan. Hitungan
sederhananya, tergantung kita menginginkan berapa luas total sampling yang kita
inginkan. Sebagai contoh luas kawasan yang akan kita eksplorasi adalah 10 ha,
ukuran petak contoh yang ditentukan 12m x 12m dan kita menginginkan intensitas
sampling (IS) 5% (artinya, kita hanya akan mengukur 1% dari luas total 10 ha).
Maka jumlah petak contoh yang harus kita gunakan adalah :
Dik
: N = 10 ha
IS = 5% = 5% x 10ha = 0.5 ha
LPC = 12m x12m = 0.0144 ha
Ditanya
: Jumlah petak contoh (n) ?
Jawab
: n = 0.5 ha / 0.0144 ha
n = 34.72
n = 35 petak
Hitungan di atas adalah perhitungan
sederhana tanpa mempertimbangkan tingkat ketelitian dan tingkat eror pada
pengambilan sampling.
Cara peletakan
petak contoh ada dua, yaitu cara acak (random sampling) dan cara
sistematik (systematic sampling), random samping hanya mungkin digunakan
jika vegetasi homogen, misalnya hutan tanaman atau padang rumput (artinya, kita
bebas menempatkan petak contoh dimana saja, karena peluang menemukan jenis
bebeda tiap petak contoh relatif kecil). Sedangkan untuk penelitian dianjurkan
untuk menggunakan sistematik sampling, karena lebih mudah dalam pelaksanaannya
dan data yang dihasilkan dapat bersifat representative. Bahkan dalam keadaan
tertentu, dapat digunakan purposive sampling.
Adapun
parameter vegetasi yang diukur dilapangan secara langsung adalah :
1.1. Nama jenis (lokal atau botanis)
2.2. Jumlah individu setiap jenis untuk menghitung kerapatan
3.3. Penutupan tajuk untuk mengetahui persentase penutupan
vegetasi terhadap lahan
4.4. Diameter batang untuk mengetahui luas
bidang dasar dan berguna untuk menghitung volume pohon.
5. 5. Tinggi pohon, baik tinggi total (TT) maupun tinggi bebas
cabang (TBC), penting untuk mengetahui stratifikasi dan bersama diameter batang
dapat diketahui ditaksir ukuran volume pohon.
Hasil
pengukuran lapangan dilakukan dianalisis data untuk mengetahui kondisi kawasan
yang diukur secara kuantitatif. Di bawah ini adalah beberapa rumus yang penting
diperhatikan dalam menghitung hasil analisa vegetasi, yaitu :
a.
Indeks Nilai Penting (INP)
Indeks
Nilai Penting (INP) ini digunakan untuk menetapkan dominasi suatu jenis
terhadap jenis lainnya atau dengan kata lain nilai penting menggambarkan
kedudukan ekologis suatu jenis dalam komunitas. Indeks Nilai Penting dihitung
berdasarkan penjumlahan nilai Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR)
dan Dominansi Relatif (DR), (Mueller-Dombois dan ellenberg, 1974; Soerianegara
dan Indrawan, 2005).
Densitas
Mutlak (Kerapatan Mutlak/KM)
Densitas
Relatif (Kerapatan Relatif/KR)
Dominansi
Mutlak (DM)
Dominansi
Relatif (DR)
Frekuensi
Mutlak (FM)
Frekuensi
Relatif (FR)
Indeks
Nilai Penting (INP)
INP
= DR + FR + KR
b.
Keanekaragaman Jenis
Keanekaragaman
jenis adalah parameter yang sangat berguna untuk membandingkan dua komunitas,
terutama untuk mempelajari pengaruh gangguan biotik, untuk mengetahui tingkatan
suksesi atau kestabilan suatu komunitas. Keanekaragaman jenis ditentukan dengan
menggunakan rumus Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener :
dimana : H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener
ni = Jumlah individu
jenis ke-n
N = Total jumlah individu
a.
Indeks Kekayaan Jenis dari
Margallef (R1)
dimana :
R1 = Indeks kekayaan Margallef
S = Jumlah jenis
N = Total jumlah individu
b. Indeks Kemerataan Jenis
Dimana :
E = Indeks kemerataan jenis
H’ = Indeks keanekaragaman jenis
S = Jumlah jenis
Berdasarkan Magurran (1988) besaran
R1 < 3.5 menunjukkan kekayaan jenis yang tergolong rendah, R1
= 3.5 – 5.0 menunjukkan kekayaan jenis tergolong sedang dan R1
tergolong tinggi jika > 5.0.
Besaran H’ < 1.5 menunjukkan
keanekaragaman jenis tergolong rendah, H’ = 1.5 – 3.5 menunjukkan
keanekaragaman jenis tergolong sedang dan H’ > 3.5 menunjukkan
keanekaragaman tergolong tinggi.
Besaran E’ < 0.3 menunjukkan
kemerataan jenis tergolong rendah, E’ = 0.3 – 0.6 kemerataan jenis tergolong
sedang dan E’ > 0.6 maka kemerataaan jenis tergolong tinggi.
a). Koefisien
Kesamaan Komunitas
Untuk mengetahui kesamaan relatif
dari komposisi jenis dan struktur antara dua tegakan yang dibandingkan dapat
menggunakan rumus sebagai berikut (Bray dan Curtis, 1957 dalam
Soerianegara dan Indrawan, 2005) :
dimana :
IS = Koefisien masyarakat atau koefisien
kesamaan komunitas
W = Jumlah nilai yang sama dan nilai terendah
( < ) dari jenis-jenis yang
terdapat dalam dua tegakan yang dibandingkan
a, b = Jumlah nilai
kuantitatif dari semua jenis yang terdapat pada tegakan pertama dan kedua
Nilai koefisien kesamaan komunitas
berkisar antara 0-100 %. Semakin mendekati nilai 100%, keadaan tegakan yang
dibandingkan mempunyai kesamaan yang tinggi. Dari nilai kesamaan komunitas (IS)
dapat ditentukan koefisien ketidaksamaan komunitas (ID) yang besarnya 100 – IS.
Untuk menghitung IS, dapat digunakan nilai kerapatan, biomassa, penutupan tajuk
atau INP.
c.
Indeks
Dominasi
Indeks dominasi digunakan untuk
mengetahui pemusatan dan penyebaran jenis-jenis dominan. Jika dominasi lebih
terkonsentrasi pada satu jenis, nilai indeks dominasi akan meningkat dan
sebaliknya jika beberapa jenis mendominasi secara bersama-sama maka nilai
indeks dominasi akan rendah. Untuk menentukan nilai indeks dominasi digunakan
rumus Simpson (1949) dalam Misra (1973) sebagai berikut :
Dimana :
C : Indeks dominasi
ni : Nilai penting masing-masing jenis ke-n
N : Total nilai penting dari seluruh jenis
Suatu daerah yang
didominasi oleh hanya jenis-jenis tertentu saja, maka daerah tersebut dikatakan
memiliki keanekaragaman jenis yang rendah. Keanekaragaman jenis terdiri dari 2
komponen, yaitu jumlah jenis dalam komunitas yang sering disebut kekayaan jenis
dan kesamaan jenis. Kesamaan menunjukkan bagaimana kelimpahan spesies itu,
yaitu jumlah individu, biomassa, penutup tanah, dan sebagainya, yang tersebar
antara banyak spesies itu (Ludwiq and Reynolds, 1988).
Kerimbunan ditentukan berdasarkan penutupan
daerah cuplikan oleh populasi jenis tumbuhan. Sedangkan
frekuensi ditentukan berdasarkan kekerapan dari jenis tumbuhan dijumpai dalam
sejumlah area sampel (n) dibandingkan dengan seluruh total area sampel yang
dibuat (N), biasanya dalam persen (%). Keragaman spesies dapat diambil untuk
menandai jumlah spesies dalam suatu daerah tertentu atau sebagai jumlah spesies
diantara jumlah total individu dari seluruh spesies yang ada. Hubungan ini
dapat dinyatakan secara numerik sebagai indeks keragaman atau indeks nilai
penting. Jumlah spesies dalam suatu komunitas adalah penting dari segi ekologi
karena keragaman spesies tampaknya bertambah bila komunitas menjadi makin
stabil (Michael, 1994).
Nilai penting merupakan suatu harga yang
didapatkan dari penjumlahan nilai relatif dari sejumlah variabel yang telah
diukur (kerapatan relatif, kerimbunan relatif, dan frekuensi relatif). Jika
disusun dalam bentuk rumus maka akan diperoleh:
Nilai Penting =
Kr + Dr + Fr
Harga relatif ini dapat dicari dengan
perbandingan antara harga suatu variabel yang didapat dari suatu jenis terhadap
nilai total dari variabel itu untuk seluruh jenis yang didapat, dikalikan 100%
dalam tabel. Jenis-jenis tumbuhan disusun berdasarkan urutan harga nilai penting,
dari yang terbesar sampai yang terkecil. Dan dua jenis tumbuhan yang memiliki
harga nilai penting terbesar dapat digunakan untuk menentukan penamaan untuk
vegetasi tersebut (Odum, E. P., 1971).
d.
Luas Minimum
Luas area tempat pengambilan
contoh komunitas tumbuhan atau vegetasi sangat bervariasi, tergantung pada
bentuk atau struktur vegetasi tersebut. Yang perlu diperhatikan dalam
menentukan luas minimum yang dipakai adalah seluas papaun percontohan diambil
harus dapat menggambarkan bentuk vegetasi secara keseluruhan. Percontohan yang
diambil dianggap memadai apabila seluruh atau sebagian besar jenis tumbuhan
pembentuk vegetasi itu berada dalam vegetasi akan didapatkan suatu luas
terkecil yang dapat mewakili vegetasi, kecuali untuk hutan tropika yang sangat
sulit ditentukan luas terkecilnya. Luas terkecil yang dapat mewakili
karakteristik komunitas tumbuhan atau komunitas tumbuhan atau vegetasi secara
keseluruhan disebut luas minimum (Sucipto, 2008).Dari luas minimum, kita dapat
menentukan berapa ukuran transek yang digunakan. Ukuran luas minimum yang biasa
digunakan ialah 25 cm x 25 cm, 25 cm x 50 cm, 50 cm x 50 cm, 50 cm x 100 cm,
dan 100 cm x 100 cm. Dari masing-masing ukuran yang dibuat, dicatat semua jenis
tumbuhan yang ditemukan. Kemudian dimasukkan ke dalam tabel. Untuk mendapatkan
luas minimum, disusun sebuah grafik dari data yang diperoleh. Perlu dipahami
bahwa luas minimum berada saat garis mulai mendatar, atau kalau ada penambahan
jumlah jenis tidak melebihi 10% (Sucipto, 2008).
Menurut Wirakusumah (2003) Setelah
luas minimum diketahui dan telah ditentukan, dari situlah jumlah minimum
dapat ditentukan. Jumlah minimum merupakan jumlah terkecil spesies yang
terdapat dalam vegetasi. Banyak atau sedikitnya jumlah spesies dalam
vegetasi ditentukan oleh beerapa factor, yaitu:
a) Iklim
Iklim merupakan factor terpenting yang
menyebabkan keragaman tumbuhan dalam suatu daerah karena masing masing tumbuhan
mempunyai iklim dan habitat tertentu.
b) Keragaman habitat
Dengan beragamnya habitat
otomatis akan menyebabkan keragaman spesies tumbuhan yang membuat persaingan
dan kompetisi meningkat.
c) Ukuran
d) Daerah yang luas akan dapat
menampung jumlah individu / spesies yang banyak pula. Beberapa penelitian membuktikan
bahwa terdapat hubungan anatar luas dan keberagaman spesies secara kuantitatif.
e.
Transek
Transek adalah penampang melintang atau
pandangan samping dari suatu wilayah. Transek merupakan salah satu teknik untuk
memberikan gambaran informasi kondisi biofisik suatu wilayah kajian. Arti
harfiah dari transek itu sendiri adalah gambar irisan muka bumi. Pada awalnya,
transek dipergunakan oleh para ahli lingkungan untuk mengenali dan mengamati
wilayah-wilayah ekologi, yaitu pembagian wilayah lingkungan alam berdasarkan
sifat khusus keadaannya (Odum, E. P., 1971).
Tujuan dari pembuatan transek, yaitu untuk
mengetahui hubungan perubahan vegetasi dan perubahan lingkungan. Ada dua macam
transek:
1). Belt transect (transek
sabuk)
Belt
transek
merupakan jalur vegetasi yang lebarnya sama dan sangat panjang. Lebar jalur
ditentukan oleh sifat-sifat vegetasinya untuk menunjukkan bagan yang
sebenarnya. Lebar jalur untuk hutan antara 1-10 m. Transek 1 m digunakan jika
semak dan tunas di bawah diikutkan, tetapi bila hanya pohon-pohonnya yang
dewasa yang dipetakan, transek 10 m yang baik. Panjang transek tergantung
tujuan penelitian. Setiap segment dipelajari vegetasinya (Kershaw, 1979).
2). Line transect
(transek garis)
Dalam metode ini garis-garis merupakan
petak contoh (plot). Tanaman yang berada tepat pada garis dicatat jenisnya dan
berapa kali terdapat atrau dijumpai. Pada metode garis ini, sistem analisis
melalui variabel-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi yang selanjutnya
menentukan INP (indeks nilai penting) yang akan digunakan untuk memberi nama
sebuah vegetasi. Kerapatan dinyatakan sebagai jumlah individu sejenis yang
terlewati oleh garis. Kerimbunan ditentukan berdasar panjang garis yang
tertutup oleh individu tumbuhan, dan dapat merupakan prosentase perbandingan
panjang penutupan garis yang terlewat oleh individu tumbuhan terhadap garis
yang dibuat (Syafei, 1990). Frekuensi diperoleh berdasarkan kekerapan suatu
spesies yang ditemukan pada setiap garis yang disebar (Rohman, 2001).
Menurut Kumana (1997) ada
beberapa metode yang dipakai untuk mengetahui survey vegetasi yaitu:
1.
Teknik Sampling Kuadrat (Quadrat Sampling
Technique)
Teknik sampling kuadrat ini merupakan suatu teknik survey
vegetasi yang sering digunakan dalam semua tipe komunitas tumbuhan. Petak
contoh yang dibuat dalam teknik sampling ini bisa berupa petak tunggal atau
beberapa petak. Petak tunggal mungkin akan memberikan infoanasi yang baik bila
komunitas vegetasi yang diteliti bersifat homogen.
Bentuk petak contoh yang dibuat tergantung pada bentuk
morfologis vegetasi dan efisiensi sampling pola penyebarannya. Misalnya, untuk
vegetasi rendah, petak contoh berbentuk lingkaran lebih menguntungkan karena
pembuatan petaknya dapat dilakukan secara mudah dengan mengaitkan seutas tali
pada titik pusat petak. Selain itu, petak contoh berbentuk lingkaran akan
mcmberikan kesalahan sampling yang lebih kecil daripada bentuk petak lainnya,
karena perbandingan panjang tepi dengan luasnya lebih kecil. Tetapi dari segi
pola distribusi vegetasi, petak berbentuk lingkaran ini kurang efisien
dibanding bentuk segiempat. Sehubungan dengan efisiensi sampling banyak studi
yang dilakukan menunjukkan bahwa petak bentuk segiempat memberikan data
komposisi vegetasi yang lebih akurat dibanding petak berbentuk bujur sangkar
yang berukuran sama, terutama bila sumbu panjang dari petak tersebut sejajar
dengan arah perobahan keadaan lingkungan/habitat.
2.
Metode
Jalur
Metode
ini paling efektif untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut kondisi
tanah, topografi dan elevasi. Jalur - jalur contoh ini harus dibuat memotong
garis-garis topografi, misal tegak lurus garis pantai, memotong sungai, dan
menaik atau menurun lereng gunung.
3.
Metode
Garis Berpetak
` Metode ini dapat dianggap sebagai modifikasi metode petak
ganda atau metode jalur, yakni dengan
cara melompati satu atau lebih petak-petak dalam jalur sehingga sepanjang garis
rintis terdapat petak-petak pada jarak tertentu yang sama.
4.
Metode Kombinasi antara Metode Jalur
dengan Metode Garis Berpetak
Dalam metode
ini risalah pohon dilakukan dengan metode jalur dan permudaan dengan metode
garis berpetak.
BAB
III
METODE
PRAKTIKUM
A. Waktu dan Lokasi Praktikum
Hari/Tanggal :
Sabtu, 4 Oktober
2014
Waktu :
Pukul 08.00 s.d. 11.00 WITA
Tempat : Lapangan Samping Mesjid
Ulil Albab FMIPA UNM Parang Tambung
B. Bahan dan Alat Praktikum
1.
Alat
a.
Kuadrat bambu 2x2 m (Patok dapat kayu ataupun bambu)
b.
Tali rafia
c.
Meteran
d.
Alat tulis
e.
Kamera
f.
Label
g.
Gunting
h.
Perangkat
lunak R
i.
Perangkat
komputer.
2.
Bahan
a.
Tanaman pada plot dengan jenis yang heterogen (Herba, Semak, Perdu, dan Pohon).
C. Prosedur Kerja
1.
Melakukan survei pada area praktikum untuk menentukan lokasi dengan
vegetasi yang paling kaya. Untuk pertama, tentukan lokasi untuk vegetasi dengan
bentuk hidup (growth form) herba.
2.
Pada lokasi yang terpilih, membuat plot ukuran 0.5 x
0.5 m.
3.
Menghitung jumlah seluruh spesies herba yang ditemukan pada plot ukuran
0.5 x 0.5 m atau memiliki luas berukuran 0.25 m2. Perhitungan hanya
dilakukan pada spesies, bukan individu spesies.
4.
Membuat plot yang ukurannya 2 kali lebih besar dari ukuran plot awal.
Plot tersebut harus memiliki ukuran
harus memiliki luas 0.5 m2, sehingga ukuran plot yang dibuat
memiliki lebar 0.5 m dan panjang 1 m. Jadi laus plot yang dibuat adalah 0.5m x
1 m = 0.5m2. Hitung dan daftarkan semua spesies herba pada plot ini
yang tidak ditemukan pada plot yang sebelumnya.
5.
Membuat plot baru berukuran dua kali lebih luas dari plot sebelumnya
dengancara yang sama pada nomer dua, dan juga lakukan hal yang sama pada nomer
2 terhadap spesies herba yang ditemukan.
6.
Seluruh plot dibuat dengan cara
bersarang, artinya plot terkecil terletak pada bagian terdalam dan semakin
besar ukuran plot maka letaknya semakin luar (Gambar 1).
7.
Pembuatan plot baru dihentikan
setelah tidak ditemukan lagi spesies-spesies baru atau menyebabkan kenaikan
jumlah species tidak lebih dari 5-10% dari total spesies yang telah didaftar.
8.
Melakukan dokumentasi fotografi untuk setiap spesies yang ditemukan.
9.
Mencatat kondisi lingkungan abiotik tempat plot diletakkan. Lakukan
dokumentasi fotografi.
10.
Semua spesies yang didaftar
diidentifikasi sampai ke tingkat spesies. Menggunakan buku acuan atau website untuk identifikasi. Untuk memudahkan,cari dulu nama lokal
dari spesies yang akan diidentifikasi, dan berdasarkan nama lokal tersebut maka identifikasi untuk
nama latin dilakukan.
11.
Melakukan langkah 2 sampai dengan 11 untuk bentuk hidup semak, lalu
dilanjutkan dengan anakan pohon.
12.
Data disimpan dengan
menggunakan perangkat lunak Excel. Buat dua buah data, yang pertama memiliki extention xlsx (Tabel 1) dan yang kedua
csv. Pada Tabel 1, Kolum kode merupakan kolum untuk menunjukkan kode dari
ukuran plot. Misalkan kode adalah 1, maka plot yang digunakan memiliki lebar
0.5 m dan panjang 0.5 m. Kolum Sp Baru menunjukkan jumlah spesies baru yang
ditemukan pada plot yang sedang diamati.
13.
Mengulangi kegiatan tersebutr
sebanyak 3 kali, yaitu untuk tempat terbuka, tempat antara terbuka dan ternaung dan
tempat ternaung.
14.
Data dianalis dengan script program R "Kurva Spesies
Area" di bawah ini. Pada bagian Lampiran setiap baris program harus
dijelaskan tujuannya. Hasil utama dari script
ini berupa tabel akumulasi spesies dan ukuran plot (Tabel 2) dan Gambar kurva
spesies area (Gambar 2).
15.
Pada bagian Tinjauan Pustaka di
dalam Laporan Praktikum, membahas tentang Kurva spesies area, dan berikan contoh-contoh tentang
penelitian atau kegiatan yang menggunakan kurva species area.
D. Analisis Data
Densitas
Mutlak (Kerapatan Mutlak/KM)
Densitas
Relatif (Kerapatan Relatif/KR)
Dominansi
Mutlak (DM)
Dominansi
Relatif (DR)
Frekuensi
Mutlak (FM)
Frekuensi
Relatif (FR)
Indeks
Nilai Penting (INP)
INP
= DR + FR + KR
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil Pengamatan Praktikum
Kode
|
Lebar
|
Panjang
|
Spesies Baru
|
1
|
0,5
|
0,5
|
6
|
2
|
1,5
|
1,5
|
3
|
3
|
2
|
2
|
3
|
4
|
3,5
|
3,5
|
1
|
Tabel 2. Ukuran Plot Pengamatan Berdasarkan
Akumulasi Spesies
Kode
|
Lebar
|
Panjang
|
Sp.Baru
|
Luas.m
|
Luas.ha
|
akumulasi
|
persentase
|
1
|
0.5
|
0.5
|
6
|
0.25
|
0.00025
|
6
|
50.00
|
2
|
1.5
|
1.5
|
3
|
2.25
|
0.00225
|
9
|
33.33
|
3
|
2.0
|
2.0
|
3
|
4.00
|
0.00400
|
12
|
8.33
|
4
|
3.5
|
3.5
|
1
|
12.25
|
0.01225
|
13
|
23.08
|
Gambar: Grafik Pengamatan Kurva Spesies Area
B. Analisis Data Programmer R
>
#-------------------------------------------------------------------------------------------------
> #--- programmer: Rusdianto
Nurman (1214041002) --------------
> #--- Makassar 15 oktober
2014 -------------------------------
> #--- Tugas
--------------------------------------------------
> rm(list=ls(all=TRUE))
> #--- Ambil data
---------------------------------------------
> #Setwd(“D:/ EKTUM”)
> dataku<-read.table("Kurva
Spesies Area.csv",header=TRUE,sep=",",dec=".")
> dataku
1 1
0.5 0.5 6
2 2
1.5 1.5 3
3 3
2.0 2.0 3
4 4
3.5 3.5 1
> #--- Mengatur 3 angka
di belakang koma ----------------------
> options (digits=3)
>
#------------------------------------------------------------
> #--- Fungsi Menghitung
Luas Plot ----------------------------
> #--- dalam meter
persegi ------------------------------------
> luas.mt
<-function(x,y)
+ {ls.m <-x*y
+ return (ls.m)
+ }
>
#------------------------------------------------------------
> Luas.m <-
luas.mt(Dataku$lebar, Dataku$panjang)
> Luas.m
[1] 0.25
2.25 4.00 12.25
>
#------------------------------------------------------------
> #--- Fungsi Menghitung
Luas Plot ----------------------------
> #--- dalam hektar
-------------------------------------------
> luas.ha
<-function(x)
+ {ls.ha <-x /10000
+ return(ls.ha)
+ }
>
#------------------------------------------------------------
> Luas.ha <-
luas.ha(Luas.m)
> Luas.ha
[1] 0.000025 0.000225
0.000400 0.001225
>
#------------------------------------------------------------
> #--- Menghitung
Akumulasi Spesies ---------------------------
> akumulasi <-cumsum(Dataku$sp.baru)
> akumulasi
[1] 6 9 12
13
>
#------------------------------------------------------------
> #--- Menghitung
persentase pertambahan ----------------------
> #--- Spesies
------------------------------------------------
> persen <-function(x,y)
+ {(x/y)*100}
> persentase
<-persen(Dataku$sp.baru[-1],akumulasi)
Warning message:
In x/y : longer object
length is not a multiple of shorter object length
> persentase
[1] 50.00 33.33 8.33 23.08
> #------------------------------------------------------------
> #--- Menggabungkan Data
-------------------------------------
> Dataku <-data.frame
(Dataku,Luas.m, Luas.ha, akumulasi, persentase)
> Dataku
kode lebar panjang sp.baru X X.1 Luas.m
Luas.ha
1 1
0.5 0.5 6 NA
NA 0.25 0.000025
2 2
1.5 1.5 3 NA
NA 2.25 0.000225
3 3
2.0 2.0 3 NA
NA 4.00 0.000400
4 4
3.5 3.5 1 NA
NA 12.25 0.001225
akumulasi persentase
1 6
50.00
2 9
33.33
3 12
8.33
4 13
23.08
>plot(Dataku$Kode,Dataku$akumulasi,type='n',ylim=c(1,25),pch=16,col=3,
cex=1,5, ylab = 'Akumulasi Spesies', xlab='Ukuran Plot')
> #--- Membuat Grafik
-----------------------------------------
>plot(Dataku$kode,Dataku$akumulasi,type='n',ylim=c(1,25),pch=16,col=3,cex=1:5,ylab='akumulasi
spesies',xlab='ukuran plot')
> #--- Membuat Grid -------------------------------------------
> grid(lty=1,lwd=1)
>
lines(Dataku$kode,Dataku$akumulasi,col='red')
>
points(Dataku$kode,Dataku$akumulasi,col='blue')
>#--- Membuat sumbu x perhatikan berapa banyak
>#--- plot yang dibuat -----------------------------------
>axis(1, at=1:4,
lab=c("1","2","3","4"))
>#--------------------------------------------------------
>#---- species accumulation curve ------------------------
C. Pembahasan
Praktikum kali
ini kami dialokasikan di lapangan samping Mesjid Ulil Albab UNM Parang Tambung,
dengan menggunakan metode kurva kuadrat (kurva spesies area) dimana kami
menancapkan beberapa bambu untuk membuat plot. Pada saat praktikum berlangsung
kami mengambil lokasi di bawah pohon yang besar.
Berdasarkan
hasil pengamatan dan analisis kurva spesies area yang kami dapat di atas bahwa
jumlah seluruh spesies yang kami dapat adalah 13 spesies. Dimana pada plot yang pertama (0,5 m x 0,5 m)
ditemukan adanya 6 spesies yang berbeda. Pada plot kedua (1,5 m x 1,5 m) dan
ketiga (2 m x 2 m) hanya didapatkan penambahan 3 spesies baru ditiap plot.
Sedangkan plot yang terakhir (3,5 m x 3,5 m) hanya ditemukan aadanya penambahan
1 spesies yang baru. Adapun grafik kurva di atas menunjukkan semakin besar plot
maka semakin besar akumulasi dari spesies tersebut.
Namun setelah
kami melihat area dari plot terakhir, tidak adal lagi spesies baru yang dapat
diambil, hal ini menyebabkan karena lokasi lahan yang digunakan untuk praktikum
merupakan lahan yang masih cukup baru dan lokasi kami tepat berada di bawah
pohon yang besar. Sehingga dapat menyebabkan tanaman yang kami teliti bisa
kekurangan nutrisi, cahaya dan air akibat dari pohon tersebut. Selain itu pada
lokasi lahan tersebut persebaran vegetasi spesies tanaman masih kurang
dikarenakan adanya faktor internal dan eksternal.
Berdasarkan
teori yang dikemukakan Menurut Wirakusumah (2003) Faktor – faktor persebaran
vegetasi antara lain karena faktor: Abiotik : faktor yang merupakan
lingkungan sekitar, bukan makhluk hidup, seperti hewan, tanaman, dan manusia.
Yang termasuk diantaranya ada tiga kategori: - Klimatik (iklim), -Relief
(bentuk permukaan bumi), dan -Edafik (tanah). Biotik :
faktor yang merupakan makhluk hidup, yang dapat saling berpengaruh karena
kehidupannya. Yang termasuk diantaranya antara lain:- Tanaman, -Hewan,
-Aktivitas Manusia.
BAB
V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil
pengamatan dan analisisi kurva spesies area yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa Vegetasi merupakan kumpulan
tumbuh-tumbuhan, biasanmya terdiri atas beberapa jenis yang hidup bersama-sama
pada suatu tempat.
Analisis vegetasi dengan menggunakan metode kuadrat (KSA/Kurva
Spesies Area) dapat dilihat tumbuhan yang mendominasi pada lapangan tersebut
adalah rumput-rumputan sejenis alang-alang. Dan pada plot 1 (0,5 m x 0,5 m), 2
(1,5 m x 1,5 m), 3 (2 m x 2 m), dan 4 (3,5 m x 3,5 m) masing-masing spesies
yang didapat adalah 6, 3, 3, dan 1 yang terdiri dari herba, rumput dan perdu.
Adapun faktor yang mempengaruhi
B. Saran
Adapun saran
saya adalah untuk masing-masing anggota kelompok sebaiknya kekompakannya
ditingkatkan, dan saat memeriksa spesies yang ada pada plot harus dilihat
dengan cermat supaya tidak ada spesies yang terlewatkan sehingga data yang
diperoleh cukup bagus. Sedangkan untuk dosen pembimbing diharapkan pelaksanaan
praktikumnya lebih ditingkatkan lagi baik dari segi lapangan dan metode
pengambilan sampelnya maupun dari segi praktikumnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2014. Kurva Spesies Area. http://id.wikipedia.org/wiki/Kurva_spesies-area.
Diakses pada tanggal 17 Oktober 2014
Campbell,
N.A.2008. Biologi Jilid 3 Edisi Kedelapan.
Jakarta: Erlangga.
Ewusie,
J. Y.2000. Pengantar Ekologi Tropika Bandung: ITB.
Hariyanto,
Sucipto, dkk. 2008. Teori dan Praktik Ekologi. Surabaya: Penerbit
Universias Airlangga (Airlangga Press).
John E. Weaver and Frederic E. Clements. 1938. Plant Ecology. New York;
London: McGraw-Hill Book Company, inc.
Kershaw,
K.A. 1979. Quantitatif and Dynamic Plant Ecology. London: Edward Arnold
Publishers.
Kusmana,
C, 1997. Metode Survey Vegetasi. Bogor: PT. Penerbit Institut Pertanian
Bogor.
Ludwig,
John A. and James F. Reynolds. 1988. Statistical ecology: a primer of
methods and computing. Wiley Press, New York, New York. 337 pp.
Marsono,
D. 1977. Diskripsi Vegetasi dan Tipe-tipe Vegetasi Tropika.
Michael, M. 1994. Ekologi Umum. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Odum,
E. P., 1971. Dasar-dasar Ekologi Edisi Ketiga. Yogyakarta: UGM Press.
Rohman,
Fatchur dan I Wayan Sumberartha. 2001. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan.
Malang: JICA.
Soerianegara, I dan Andry Indrawan.
2005. Ekologi Hutan Indonesia.
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Soerianegara,
I dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan
Indonesia. Laboratorium Ekologi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Sumardi
dan S.M, Widyastuti.2004.Dasar-dasar
Perlindungan Hutan.Yogyakarta: UGM Press.
Syafei,
Eden Surasana. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bandung: ITB.
Marsono,
Djoko.2004.Konservasi Sumberdaya Alam dan
Lingkungan Hidup.Yogyakarta : BIGRAF Publishing.
Wirakusumua,
Sambac. 2003. Dasar-Dasar EkologiBagi
Populasi dan Komunitas. Jakarta: UI-Press.
LAMPIRAN
Dokumentasi Hasil Praktikum
Plot I (0,5 m x 0,5 m)
Plot 2 (1,5 m x 1,5 m)
Plot
3 (2 m x 2 m)
Plot 4 (3,5 m x 3,5 m)
Programmer Data R
>#--- Kurva
spesies area -----------------------------------------
> #-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
> #---
programmer: Rusdianto Nurman (1214041002) -----------------
> #---
Makassar 15 oktober 2014 ----------------------------------
> #--- Tugas
-----------------------------------------------------
>
rm(list=ls(all=TRUE))
> #---
Ambil data ------------------------------------------------
> #Setwd(“D:/
EKTUM”)
> dataku<-read.table("Kurva
Spesies Area.csv",header=TRUE,sep=",",dec=".")
> dataku
kode lebar panjang sp.baru
1 1
0.5 0.5 6
2 2
1.5 1.5 3
3 3
2.0 2.0 3
4 4
3.5 3.5 1
> #---
Mengatur 3 angka di belakang koma -------------------------
> options
(digits=3)
>
#---------------------------------------------------------------
> #---
Fungsi Menghitung Luas Plot -------------------------------
> #---
dalam meter persegi ---------------------------------------
> luas.mt
<-function(x,y)
+ {ls.m <-x*y
+ return (ls.m)
+ }
>
#---------------------------------------------------------------
> Luas.m
<- luas.mt(Dataku$lebar, Dataku$panjang)
> Luas.m
[1] 0.25
2.25 4.00 12.25
>
#---------------------------------------------------------------
> #---
Fungsi Menghitung Luas Plot -------------------------------
> #---
dalam hektar ----------------------------------------------
> luas.ha
<-function(x)
+ {ls.ha <-x /10000
+ return(ls.ha)
+ }
>
#---------------------------------------------------------------
> Luas.ha
<- luas.ha(Luas.m)
> Luas.ha
[1] 0.000025
0.000225 0.000400 0.001225
>
#---------------------------------------------------------------
> #---
Menghitung Akumulasi Spesies ------------------------------
> akumulasi
<-cumsum(Dataku$sp.baru)
> akumulasi
[1] 6 9 12
13
>
#---------------------------------------------------------------
> #---
Menghitung persentase pertambahan -------------------------
> #---
Spesies ---------------------------------------------------
> persen
<-function(x,y)
+ {(x/y)*100}
>
persentase <-persen(Dataku$sp.baru[-1],akumulasi)
Warning
message:
In x/y :
longer object length is not a multiple of shorter object length
>
persentase
[1] 50.00
33.33 8.33 23.08
> #---------------------------------------------------------------
> #---
Menggabungkan Data ----------------------------------------
> Dataku
<-data.frame (Dataku,Luas.m, Luas.ha, akumulasi, persentase)
> Dataku
kode lebar panjang sp.baru X X.1 Luas.m
Luas.ha
1 1
0.5 0.5 6 NA
NA 0.25 0.000025
2 2
1.5 1.5 3 NA
NA 2.25 0.000225
3 3
2.0 2.0 3 NA
NA 4.00 0.000400
4 4
3.5 3.5 1 NA
NA 12.25 0.001225
akumulasi persentase
1 6
50.00
2 9
33.33
3 12
8.33
4 13
23.08
>plot(Dataku$Kode,Dataku$akumulasi,type='n',ylim=c(1,25),pch=16,col=3,
cex=1,5, ylab = 'Akumulasi Spesies', xlab='Ukuran Plot')
Error in
xy.coords(x, y, xlabel, ylabel, log) :
'x' and 'y' lengths differ
> #---
Membuat Grafik --------------------------------------------
>plot(Dataku$kode,Dataku$akumulasi,type='n',ylim=c(1,25),pch=16,col=3,cex=1:5,ylab='akumulasi
spesies',xlab='ukuran plot')
> #---
Membuat Grid ----------------------------------------------
>
grid(lty=1,lwd=1)
>
lines(Dataku$kode,Dataku$akumulasi,col='red')
>
points(Dataku$kode,Dataku$akumulasi,col='blue')
>#--- Membuat sumbu x perhatikan berapa banyak
>#--- plot yang dibuat -------------------------------------
>axis(1, at=1:4,
lab=c("1","2","3","4"))
>#----------------------------------------------------------
>#---- species accumulation curve --------------------------
Grafik di Programmer R
Tidak ada komentar:
Posting Komentar