Selasa, 11 November 2014

LAPORAN EKOLOGI TUMBUHAN



 



images



LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI TUMBUHAN
TUGAS 1



JUDUL TUGAS
“VEGETASI (KURVA SPESIES AREA)”



RUSDIANTO NURMAN
121 404 1002
KELAS A




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2014

Abstrak
Dalam dunia ekologi terdiri dari berbagai tingkat kehidupan mulai dari organisme, spesies, populasi, komunitas, ekosistem, vegetasi, dan biosfer. Vegetasi merupakan kumpulan dari berbagai tumbuh-tumbuhan, yang terdiri dari berbagai jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah Metode Kuadrat. Pada Penilitian ini akan dibahas tentang spesies, kurva, area, dan lingkungan pengambilan sampel. Kurva spesies-area dalam ekologi, adalah grafik yang menggambarkan hubungan antara jumlah jenis dengan ukuran kuadrat (petak ukur). Pengambilan sampel dilakukan pada lapangan samping Mesjid Ulil Albab FMIPA UNM. Pada plot sampel pertama terdapat 6 spesies yang ditemukan, penambahan plot berikutnya hanya ada 3 spesies baru ditemukan, begitu juga pengambilan sampel ke-3 kalinya. Namun pada penambahan meter untuk plot terakhir ditemukan 1 penambahan spesies. Ada hubungan antara bentuk hidup dan pola distribusi.
Kata Kunci: Vegetasi, Metode Kuadrat, Kurva Spesies Area.

Abstact
In the world of ecology consists of various levels of life from organisms, species, populations, communities, ecosystems, vegetation, and the biosphere. Vegetation is a collection of various herbs, which consists of various types of living together in one place. The method used in the study were Squares Method. On This research will discuss about the species, curve, area, and environmental sampling. Species-area curve in ecology, is a graph illustrating the relationship between the number of species with sizes of squares (the plot). Sampling was done on the field side of the UNM Faculty Ulil Albab Mosque. In the first sample plot contained six species are found, the addition of the next plot only 3 new species are found, as well as sampling the 3rd time. But in addition to the plot last meter found one additional species. There is a relationship between the form of life and patterns of distribution.
Keywords: Vegetation, Squares Method, Species Area Curve.





BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
   Pada prinsipnya ditinjau dari biologi, makhluk hidup dapat dibagi atas dua bagian besar yaitu, hewan dan tumbuhan. Kedua kelompok ini sangat tergantung kepada faktor-faktor yang ada diluar dirinya baik itu secara langsung maupun tidak langsung. Dengan kata lain tidak ada satu makhluk hidup pun di dunia ini yang dapat berdiri sendiri tanpa bergantung dengan faktor lainnya. Faktor luar yang mempengaruhi kehidupan makhluk hidup ini disebut dengan lingkungan. Manusia sebagai makhluk hidup telah terlibat dan tertarik dengan masalah- masalah lingkungan sejak dahulu kala walaupun mereka tidak mengerti perkataan ekologi itu sendiri. Dalam masyarakat primitif setiap individu untuk dapat bertahan hidup memerlukan pengetahuan terhadap alam lingkungannya. Alam lingkungan (environment) ialah alam diluar organisma yang efektif mempengaruhi kehidupan organisma tersebut. Setiap tanaman menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Penyesuaian ini berguna untuk mempertahankan hidupnya.
   Ekologi merupakan salah satu ilmu dasar bagi ilmu pengetahuan.  Dalam ilmu lingkungan, seperti halnya dalam ekologi jasad hidup (organisme) pada dasarnya dipelajari dalam unit populasi.  Populasi adalah sekelompok individu-individu jasad hidup (organisme) yang sejenis yang hidup dalam suatu lingkungan tertentu. Respon terhadap stimulus merupakan salah satu ciri utama kehidupan sehingga dengan adanya ciri ini organisme mampu untuk memberikan respons (tanggapan) terhadap berbagai faktor lingkungan dan perubahan sekitarnya.
   Salah satu cara yang dilakukan untuk mengetahui unit penyusun suatu vegetasi yaitu dengan cara menentukan jumlah minimum dari vegetasi tersebut. Hal ini disebabkan untuk mengetahui unit penyusun dari suatu vegetasi sangatlah sulit  karena adanya pertimbangan kompleksitas, luas area dan biaya yang sangat mahal. Oleh karena itu cara pengambilan sampling atau melakukan pencuplikan banyak dilakukan oleh para peneliti. Untuk mendapatkan gambaran mengenai struktur dan fungsi alam, para ahli ekologi melakukan penelitian dengan menggunakan dua pendekatan eksperimen. Dalam melakukan penelitian dengan pendekatan eksperimen dan observasi lapangan, mereka melakukan pengukuran terhadap komunitas yang keadaannya lebih banyak ditentukan oleh alam daripada oleh peneliti. Peneliti mengamati sejumlah variable dalam komunitas, tetapi tidak melakukan manipulasi variable.
   Dalam dunia modern ini ilmu dan teknologi merupakan tulang punggung perkembangan ekonomi. Ilmu dan teknologi pada hakekatnya adalah informasi. Hokum ekologi menyatakan, barangsiapa menguasai jenis, jumlah dan waktu arus informasi, dia menguasai arus materi dan energy. Dengan menerapkan hokum ini pada ekologi manusia, jelaslah dengan kesenjangan ilmu dan Negara sedang berkembang kesenjangan ekonomi akan  makin besar pula. Sumber daya hayati dengan segala keanekaragamannya mempunyai peranan yang besar dalam menjamin kelestararian peradaban sesuatu bangsa. Emampuan mengelola pengeksplotasiannya secara terlanjutkan, kemahiran dalam mendapatkan alternative bagi sesuatu komoditas yang mulai melangka, pengembangan potensinya yang belum terungkap, pengetahuan pengembangannya melalui perakitan dan teknologi pemamfaatan lainnya haruslah dimiliki dan dikuasai. Kalau tidak menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dimaksud, suatu ketika dihawatirkan dapat dikuasai bangsa lain dengan berbagai cara untuk mendapatkannya tanpa disadari.
   Untuk mengerti ruang lingkup ekologi adalah dengan memahami pengertian tingkat-tingkat hirarki organisme dalam kehidupan organisme. Hirarki berarti suatu penataan menurut skala dari yang terbesar ke yang terkecil atau sebaliknya. Interaksi dan lingkungan fisik (energi dan materi) pada setiap tingkat menghasilkan system sistem dengan peran dan fungsi yang khas. Suatu sistem terdiri dari komponen-komponen yang secara teratur berinteraksi dan berketergantungan yang keseluruhannya membentuk kesatuan. Ekologi terutama memperhatikan tingkat-tingkat sistem diatas tingkat organism (Irwanto, 2010).
   Salah satu bagian ekologi adalah ekologi tumbuhan yang mempelajari berbagai komunitas tumbuhan. Setiap mempelajari komunitas tumbuhan kita tidak mungkin melakukan penelitian pada seluruh area yang ditempati suatu komunitas, terutama apabila area tersebut sangat luas. Kadang kala kita tidak menggunakan luas minimum atau jumlah minimum yang menggunakan plot dalam meneliti vegetasi, tetapi menggunakan suatu plot dengan penggunakan metode kuadran.
   Di alam jarang sekali kita temukan kehidupan yang secara individu terpisah (terisolasi), pada umumnya suatu kehidupan membentuk kelompok atau koloni. Kumpulan berbagai jenis organisme hidup disebut komunitas biotik yang terdiri atas komunitas tumbuhan (vegetasi), komunitas hewan dan komunitas jasad renik. Ketiga macam komunitas itu berhubungan erat dan saling  bergantung. Ilmu untuk menjelaskan komunitas masyarakat ini disebut sinekologi. Di dalam komunitas percampuran jenis-jenis tidak demikian saja terjadi, melainkan setiap spesies menempati ruang tertentu sebagai kelompok yang saling mengatur di antara mereka. Kelompok ini disebut populasi sehingga populasi merupakan kumpulan individu-individu dari satu macam spesies.
   Struktur komunitas tumbuhan memiliki sifat kualitatif dan kuantitatif. Dengan demikian dalam deskripsi struktur komunitas tumbuhan dapat dilakukan dengan cara kualitatif dengan parameter kuantitatif. Namun, persoalan yang sangat penting dalam analisis komunitas adalah bagaimana cara mendapatkan data terutama data kuantitatif dari semua spesies tumbuhan yang menyusun komunitas. Parameter kuantitatif dan kualitatif apa saja yang dibutuhkan, penyajian data dan interpretasi data, agar dapat mengemukakan komposisi floristic serta sifat-sifat komunitas tumbuhan secara utuh dan menyeluruh (Indriyanto, 2005).
   Komunitas secara dramatis berbeda-beda dalam kekayaan spesiesnya (spesies ricaness) jumlah yang mereka miliki. Mereka juga berada dalam dalam kelimpahan relatif (relatif abdance), spesies, beberapa komunitas terdiri dari beberapa spesies yang umum dan beberapa spesies yang jarang semenetara yang lainnya mengandung jumlah spesies yang di dalam komunitas mempunyai dampak yang sangat besar pada ciri umumnya, konsep ini memiliki suatu komunitas yang berbeda kekayaan spesies yang sama tetapi jumlahnya lebih terbagi secara beranekaragam. Mepertimbangkan kedua komponen keanekaragaman yaitu kekayaan spesies dan kelimpahan relatif (Campbell, 2002).
   Vegetasi (komunitas tumbuhan) diberi nama atau digolongkan berdasarkan spesies dan bentuk hidup yang dominan, habitat fisik atau kekhasan fungsional. Oleh karena itu, maka kita dapat menyatakan suatu komunitas seperti vegetasi padang rumput, vegetasi pantai pasir, vegetasi kebun the, dan vegetasi hutan bakau. Unit penyusun vegetasi adalah populasi, sedangkan unit penyusun populasi adalah spesies atau semua individu yang sejenis yang berada di tempat pengamatan yang dilakukan. Oleh karena itu, dalam penelitian mengenai vegetasi tumbuhan dilakukan dengan cara mengamati individu dalam menyusun populasi, sehingga dapat menggambarkan vegetasi berdasarkan karakteristik suatu populasi tersebut (Supriatno, 2001).
   Memperhatikan batasan vegetasi tersebut dapat kita pahami bahwa^vegetasi adalah komunitas tumbuhan atau>masyarakat tumbuhan. Istilah vegetasi berbeda dengan flora>dalam hal ini secara sederhana flora diartikan daftar spesies atau<taksa tumbuhan yang terdapat pada daerah tertentu.
   Setiap mempelajari komunitas tumbuhan kita tidak mungkin melakukan penelitian pada seluruh area yang ditempati suatu komunitas, terutama apabila area tersebut sangat luas. Kadangkala kita tidak menggunakan luas minimum atau jumlah minimum yang menggunakan plot dalam meneliti vegetasi, tetapi menggunakan suatu metode titik atau point frekuensi frame (Hiola, 2008).
   Berdasarkan kepentingan deskripsi suatu komunitas tumbuhan diperlukan minimal tiga macam parameter kuantitatif antara lain : densitas, frekuensi dan dominansi. Meskipun demikian, masih banyak parameter kuantitatif yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan komunitas tumbuhan, baik dari segi struktur komunitas maupun tingkat kesamaannya dengan komunitas lainnya.
   Para ahli tidak hanya menggunakan luas minimum dalam meneliti vegetasi, tetapi juga menggunakan luas tertentu yang sudah ditentukan, misalnya 10x20 meter pesegi untuk komunitas hutan, dan kemudian melakukan pengulangan dengan ukuran tersebut sampai didapat jumlah minimum yang mewakili vegetasi. Andaikan kita mengamati vegetasi padang rumput, dengan ukuran 1x1 meter persegi, maka kita harus mencari beberapa kuadrat yang diperlukan agar sebagaian besar spesies yang di dalam komunitas termasuk ke dalam pencuplikan. Dasar Pemikiran yang digunakan untuk menjawab hal ini semua, sama dengan penetuan luas minimum yaitu berdasarkan jumlah percontoh yang diperkirakan dapat mewakili seluruh karasterisik vegetasi. Akan tetapi perlu diingat bahwa kadangkala kita tidak menggunakan luas minimum, jumlah kuadrat minimum maupun point frame dalam meneliti vegetasi, tetapi menggunakan suatu metode analisa vegetasi dengan menggunakan metode kuadrat. Gambaran suatu vegetasi dapat dilihat dari keadaan unit penyusun vegetasi yang dicuplik. Hal tersebut dapat dinyatakan dengan variable berupa nilai dari kerapatan atau densitas, penutupan atau cover, dan frekuensi   (Hiola, 2008) .
   Mengamati unit penyusun vegetasi yang luas secara tepat sangat sulit dilakukan karena pertimbangan kompleksitas, luas area waktu dan biaya. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya peneliti bekerja dengan melakukan pencuplikan (sampling). Unit cuplikan atau unit sampling dalam analisis vegetasi dapat berupa bidang (plot, kuadrat, garis atau titik). Dalam perkembangannya unit cuplikan yang dipergunakan untuk suatu analisis vegetasi menggambarkan metode yang di gunakan. Dengan demikian dalam pencuplikan mengenai suatu vegetasi digunakan berbagai alternative metode diantaranya: metode kuadrat, metode garis dan metode titik (Suprianto, 2001).
   Untuk mengamati unit penyusun vegetasi yang luas secara tepat sangat sulit dilakukan karena pertimbangan kompleksitas, luas area waktu dan biaya. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya peneliti bekerja dengan melakukan pencuplikan (sampling). Unit cuplikan atau unit sampling dalam analisis vegetasi dapat berupa bidang (plot, kuadrat, garis atau titik). Dalam perkembangannya unit cuplikan yang dipergunakan untuk suatu analisis vegetasi menggambarkan metode yang di gunakan. Dengan demikian dalam pencuplikan mengenai suatu vegetasi digunakan berbagai alternative metode diantaranya: metode kuadrat, metode garis dan metode titik (Suprianto, 2001).
  Metode kuadran digunakan untuk mengetahui persen penutupan dari suatu vegetasi, sehingga tujuannya pun sama dengan metode-metode yang lain yaitu untuk mengetahui suatu komunitas tanpa meneliti secara keseluruhan. Ukuran plot hendaknya ditentukan berdasarkan pada kondisi obyektif dari ukuran dan kerapatan  tumbuhan yang dicuplik. Plot hendaknya mencakup individu-individu yang dapat dipilah-pilah, dihitung, dan diukur tanpa membingungkan sehingga mengakibatkan adanya individu yang terlampaui atau dihitung lebih dari sekali. Oleh karena itu perlu ditentukan ukuran plot minimal untuk vegetasi yang akan diamati (Supriyanto, 2001).
   Untuk plot berbentuk persegi, dimulai dengan membuat sebuah plot (bidang datar) persegi pada suatu tegakan dengan kuadrat (luas) terkecil, misalnya untuk lapangan rumput adalah 25 x 25 cm2, selanjutnya dicatat spesies tumbuhan yang ada dalam kuadrat terkecil. Kemudian kuadrat diperluas dua kali luas semula dan kemudian penambahan spesies baru yang terdapat dalam kuadrat luasan dicatat. Perluasan kuadrat dilanjutkan dengan ukuran dua kali luas sebelumnya sampai tidak ada lagi penambahan spesies baru. Bila tidak ada penambahan spesies baru atau penambahan kurang dari 10% maka ukuran kuadrat minimal dapat ditentukan (Suprianto, 2001).
   Metode kuadrat adalah salah satu metode analisis vegetasi berdasarkan suatu luasan petak contoh. Kuadrat yang dimaksud dalam metode ini adalah suatu ukuran luas yang diukur dengan satuan kuadrat seperti m², cm² dan lain-lain. Bentuk petak contoh pada metode kuadrat pada dasarnya ada tiga macam yaitu bentuk lingkaran, bentuk bujur sangkar dan bentuk empat persegi panjang. Dari ketiga bentuk petak contoh ini masing-masing bentuk memiliki kelebihan dan kekurangannya (Kusmana, C, 1997).
    Titik berat analisa vegetasi terletak pada komposisi jenis dan jika kita tidak bisa menentukan luas petak contoh yang kita anggap dapat mewakili komunitas tersebut, maka dapat menggunakan teknik Kurva Spesies Area. Dengan menggunakan kurva ini, maka dapat ditetapkan : (1) luas minimum suatu petak yang dapat mewakili habitat yang akan diukur, (2) jumlah minimal petak ukur agar hasilnya mewakili keadaan tegakan atau panjang jalur yang mewakili jika menggunakan metode jalur. Caranya adalah dengan mendaftarkan jenis-jenis yang terdapat pada petak kecil, kemudian petak tersebut diperbesar dua kali dan jenis-jenis yang ditemukan kembali didaftarkan.
Dengan demikian pada suatu daerah vegetasi umumnya akan terdapat suatu luas tertentu, dan daerah tadi sudah memperlihatkan kekhususan dari vegetasi secara keseluruhan.yang disebut luas minimum area.  Olehnya itu, pada praktikum ini bertujuan untuk mempelajari keragaman jenis tumbuhan dalam suatu lingkungan dan untuk menentukan luas peta minimum yang dapat mewakili tipe komunitas yang sedang dianalisis guna keperluan ekologi. Serta untuk membantu peneliti atau praktikan menggambarkan daerah lokasi penelitian secara sederhana dan memetakan vegetasi yang penting bagi penelitian tersebut. Selain itu Dari uraian inilah maka dilakukan penghitungan indeks diversitas (indeks keseragaman) dari vegetasi tanaman menggunakan analis data dengan R software.
B.  Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum yaitu untuk mengetahui penentuaan pola distribusi spesies tumbuhan pada suatu area tertentu melalui kurva spesies area.
C.  Manfaat Praktikum
Mahasiswa mampu menentukan pola distribusi spesies tumbuhan pada suatu area tertentu melalui kurva spesies area

BAB  II
TINJAUAN PUSTAKA
A.      Kondisi Umum di Lapangan
a.    Data primer
 Data primer adalah data yang diperoleh berdasarkan hasil pengamatan di lapangan. Data primer yang akan dikumpulkan, yaitu :
1.    Data jumlah individu tingkat herba, perdu dan pohon, serta data jumlah individu, tinggi dan diameter tingkat tiang dan pohon
2.    Data sebaran titik vegetasi tanaman herba, perdu dan pohon.
b.   Data sekunder
            Data sekunder yang mendukung penelitian ini diperoleh dari
1.     Lapangan mesjid Ulil Albab kampus Parangtambung FMIPA UNM.
B.     Pengertian Spesies, Area, dan Kurva
           Spesies atau jenis adalah suatu takson yang dipakai dalam taksonomi untuk menunjuk pada satu atau beberapa kelompok individu (populasi) yang serupa dan dapat saling membuahi satu sama lain di dalam kelompoknya (saling membagi gen) namun tidak dapat dengan anggota kelompok yang lain, (Campbell, 2008).
           Area adalah sebuah daerah yang dikuasai atau menjadi teritorial dari sebuah kedaulatan. Sedangkan kurva adalah suatu metode grafik yang digunakan untuk mempresentasikan data pada tabel kehidupan(Campbell, 2008).
            Kurva spesies-area (bahasa Inggris: species-area curve, SAC), dalam ekologi, adalah grafik yang menggambarkan hubungan antara jumlah jenis dengan ukuran kuadrat (petak ukur). Grafik itu biasanya menunjukkan pola pertambahan jumlah jenis yang relative tajam pada ukuran kuadrat kecil sampai pada suatu titik tertentu dan sesudah itu semakin mendatar seiring dengan peningkatan ukuran kuadrat. SAC dapat digunakan untuk menentukan luas kuadrat tunggal minimum yang mewakili suatu komunitas tumbuhan dari segi jenis penyusun (Wikipedia, 2014).
C.      Analisis Vegetasi
      Vegetasi (dari bahasa Inggris: vegetation) dalam ekologi adalah istilah untuk keseluruhan komunitas tetumbuhan. Vegetasi merupakan bagian hidup yang tersusun dari tetumbuhan yang menempati suatu ekosistem. Beraneka tipe hutan, kebun, padang rumput, dan tundra merupakan contoh-contoh vegetasi. Secara umum peranan vegetasi dalam suatu ekosistem terkait dengan pengaturan keseimbangan karbon dioksida dan oksigen dalam udara, perbaikan sifat fisik, kimia dan biologis tanah, pengaturan tata air tanah dan lain-lain. Meskipun secara umum kehadiran vegetasi pada suatu area memberikan dampak positif, tetapi pengaruhnya bervariasi tergantung pada struktur dan komposisi vegetasi yang tumbuh pada daerah itu. (Syafei, 1990).
   Menurut Kershaw (1973), Struktur vegetasi terdiri atas 3 komponen, yaitu:
1.    Struktur vegetasi berupa vegetasi secara vertikal yang merupakan diagram profil yang melukiskan lapisan pohon, tiang, sapihan, semak dan herba penyusun vegetasi.
2.    Sebaran, horizontal jenis-jenis penyususn yang menggambarkan letak dari suatu individu terhadap individu lain.
3.    Kelimpahan (abudance) setiap jenis dalam suatu komunitas.
     Analisis vegetasi biasa dilakukan oleh ilmuwan ekologi untuk mempelajari kemelimpahan jenis serta kerapatan tumbuh tumbuhan pada suatu tempat Analisa vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Untuk suatu kondisi hutan yang luas, maka kegiatan analisa vegetasi erat kaitannya dengan sampling, artinya kita cukup menempatkan beberapa petak contoh untuk mewakili habitat tersebut. Dalam sampling ini ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu jumlah petak contoh, cara peletakan petak contoh dan teknik analisa vegetasi yang digunakan. Beberapa sifat yang terdapat pada individu tumbuhan dalam membentuk populasinya, dimana sifat sifatnya bila di analisa akan menolong dalam menentukan struktur komunitas. Sifat sifat individu ini dapat dibagi atas dua kelompok besar, dimana dalam analisanya akan memberikan data yang bersifat kualitatif dan kuantitatif (Sumardi, 2004).  
1.         Analisis Vegetasi Kualitatif
             Komposisi dan struktur komunitas tumbuhan secara kualitatif dan dapat di deskripsikan dengan observasi visual tanpa sampling khusus serta pengukuran. Studi analisi vegetasi kualitatif meliputi perhitungan secara stratifikasi, aspeksi, sosiabilitas, floristik, dan bentuk hidup.
2.       Analisis Vegetasi Kuantitati
               Analisis kuantitatif meliputi, distribusi tumbuhan (frekuensi), kerapatan (density), atau banyaknya (abudance). Dalam analisis ini diperlukan suatu perkiraan atau estimasi. Hal tersebut dapat dibuat dengan observasi spesies tumbuhan pada tempat berbeda dalam habitat. Beberapa metode yang sering digunakan adalah metode kuadrat, metode lop, metode titik, dan metode transek. Dengan informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan, komunitas vegetasi dikelompokkan menjadi vegetasi iklim dan vegetasi tanah yang berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang spesifik (Ewusie, 2000).
             Menurut Wirakusumah (2003) terdapat factor sarana penyebaran vegetasi, yaitu:
1.      Angin, Tingkat kecepatan dan arah angin turut serta berpengaruh dalam persebaran makhluk hidup di dunia. Misalnya, ada spora yang tumbuh. Lalu ada angin. Angin tersebut mengarah ke timur. Maka, spora itu pun ikut terbawa ke timur. Alhasil, di timur banyak tumbuhan. Perbedaan-perbedaan seperti inilah yang menyebabkan flora dan fauna tersebar ke berbagai wilayah, mereka akan memilih habitat yang sesuai dengan dirinya dan sesui dengan kebutuhan hidupnya. dengan media angin fauna dapat bermigrasi dari kekuatan terbang sedangkan flora dapat menggunakan angin untuk bermigrasi dari berat ringannya benih.
2.      Air, kemampuan fauna dalam berenang terutama hewan - hewan air menyebabkan perpindahan mudah terjadi. Benih umbuhan dapat tersangkut dan berpindah tempat dengan menggunakan media aliran sungai atau arus laut.
3.      Lahan, hampir semua fauna daratan menggunakan lahan sebagai media untuk berpindah tempat.
4.      Pengangkutan Manusia, baik secara sengaja maupun tidak sengaja manusia dapat menyebabkan perpindahan flora dan fauna. Manusia mampu mengubah lingkungan untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Misalnya daerah hutan diubah menjadi daerah pertanian, perkebunan atau perumahan dengan melakukan penebangan, reboisasi atau pemupukan. Manusia dapat menyebarkan tumbuhan dari suatu tempat ke tempat lainnya. Selain itu manusia juga mampu mempengaruhi kehidupan fauna di suatu tempat dengan melakukan perlindungan atau perburuan binatang. Hal ini menunjukkan bahwa faktor manusia berpengaruh terhadap kehidupan vegetasi di dunia ini.
5.      Tumbuhan, Tumbuhan dalam hal ini bisa menjadi penyebab vegetasi lain mengalami perpindahan dan penyesuaian. Namun tumbuhan sendiri juga merupakan mereka yang termasuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, yang dibahas persebarannya. Misalnya saja bila hutan rusak, tumbuhan di hutan banyak yang kekeringan, pastinya hewan-hewan di hutanpun juga akan menjadi tidak terpelihara, mereka susah untuk hidup, tidak bisa memanuhi kebutuhan hidupnya. Habitat mereka terganggu bahkan samapi menyebabkan kematian. Tumbuhan pun akan tetap beradaptasi dengan lingkungan hidupnya. Misalnya saja tumbuhan hidrofit yang butuh sangat banyak air akan lebih memilih tinggal di tempat berair dibanding dengan tempat yang kering. Nmaun berbeda dengan tumbuhan xerofit yang lebih memilih berada di tempat kering dan gersang, atupun yang terjadi pada tumbuhan higrofit yang meilih habitat di tempat-tempat lembab. Jadi tumbuhan tidak hanya sarana biotic ynag dapat menyebabkan terjadinya persebaran flora dan fauna, khususnya fauna, namun dirinya sendiri juga yang mengalami persebaran dan melakukan adaptasi.
6.      Hewan, kegiatan hewan seperti kupu-kupu atau lebah yang berpengaruh pada penyerbukan tanaman. Semuanya dapat terjadi di dunia flora dan fauna. Misalnya serangga dalam proses penyerbukan, kelelawar, burung, tupai membantu dalam penyebaran biji tumbuhan.
7.      Relief (tingi/rendahnya permukaan bumi), Faktor ketinggian permukaan bumi umumnya dilihat dari ketinggiannya dari permukaan laut (elevasi). Misalnya ketinggian tempat 1500 m berarti tempat tersebut berada pada 1500 m di atas permukaan laut. Semakin tinggi suatu daerah semakin dingin suhu di daerah tersebut. Demikian juga sebaliknya bila lebih rendah berarti suhu udara di daerah tersebut lebih panas. Setiap naik 100 meter suhu rata - rata turun sekitar 0,5 derajat Celcius. Jadi semakin rendah suatu daerah semakin dingin daerah tersebut. Oleh sebab itu ketinggian permukaan bumi besar pengaruhnya terhadap jenis dan persebaran tumbuhan. Daerah yang suhu udaranya lembab, basah di daerah tropis, tanamannya lebih subur dari pada daerah yang suhunya panas dan kering.
       Dalam menganalisis vegetasi, ada beberapa macam metode yang dapat digunakan. Ada yang menggunakan petak contoh (plot) dan ada yang tak menggunakan petak contoh (plot less). Metode yang menggunakan petak contoh (plot) di antaranya adalah metode kuadrat, sedangkan yang tidak menggunakan petak contoh adalah titik menyinggung (point intercpt), Point Centered Quarter Methods, dll. Pemilihan metode ini tergantung pada tipe vegetasi, tujuan, ketersediaan dana, waktu, tenaga, dan kendala-kendala lainnya. (Marsono, 2004).
a.    Metode Kuadrat
      Metode kuadrat adalah salah satu metode analisis vegetasi berdasarkan suatu luasan petak contoh. Kuadrat yang dimaksud dalam metode ini adalah suatu ukuran luas yang diukur dengan satuan kuadrat seperti m², cm² dan lain-lain. Bentuk petak contoh pada metode kuadrat pada dasarnya ada tiga macam yaitu bentuk lingkaran, bentuk bujur sangkar dan bentuk empat persegi panjang. Dari ketiga bentuk petak contoh ini masing-masing bentuk memiliki kelebihan dan kekurangannya (Kusmana, C, 1997).
     Bentuk lingkaran akan lebih menguntungkan jika dapat dipakai untuk analisis vegetasi herba yang bergerombol, karena ukuran dapat cepat diperluas dan teliti dengan menggunakan seutas tali yang dikaitkan pada titik pusat lingkaran. Untuk vegetasi herba rendah bentuk empat persegi panjang akan lebih efisien dibandingkan dengan bentuk bujur sangkar pada ukuran yang sama. Hal ini disebabkan karena kelompok tumbuhan cenderung akan tumbuh membentuk lingkaran, sehingga bentuk petak contoh berbentuk empat persegi panjang akan lebih banyak kemungkinannya untuk memotong kelompok tumbuhan dibandingkan dengan bentuk bujur sangkar pada luasan yang sama, dengan demikian jumlah jenis yang teramati akan lebih banyak (Kusmana, C, 1997).
       Namun demikian, bentuk petak contoh empat persegi panjang mempunyai kekurangan terhadap bentuk bujur sangkar, karena perbandingan panjang tepi terhadap luasnya lebih besar daripada perbandingan panjang tepi bujur sangkar terhadap luasnya. Kesalahan tersebut terus meningkat apabila perbandingan panjang tepi terhadap luasnya semakin meningkat.
a). Jenis jenis metode kuadrat.
                    Metode kuadrat juga ada beberapa jenis:
a.    Liat quadrat: Spesies di luar petak sampel dicatat.
b.    Count atau list count quadrat: Metode ini dikerjakan dengan menghitung jumlah spesies yang ada beberapa batang dari masing-masing spesies di dalam petak. Jadi merupakan suatu daftar spesies yang ada di daerah yang diselidiki.
c.    Cover quadrat (basal area kuadrat): Penutupan relatif dicatat, jadi persentase tanah yang tertutup vegetasi. Metode ini digunakan untuk memperkirakan berapa area (penutupan relatif) yang diperlukan tiap-tiap spesies dan berapa total basal dari vegetasi di suatu daerah. Total basal dari vegetasi merupakan penjumlahan basal area dari beberapa jenis tanaman.
d.   Chart quadrat: Penggambaran letak atau bentuk tumbuhan disebut Pantograf. Metode ini terutama berguna dalam mereproduksi secara tepat tepi-tepi vegetasi dan menentukan letak tiap-tiap spesies yang vegetasinya tidak begitu rapat. Alat yang digunakan pantograf dan planimeter. Pantograf dilengkapi dengan lengan pantograf. Planimeter merupakan alat yang dipakai dalam pantograf yaitu alat otomatis mencatat ukuran suatu luas bila batas-batasnya diikuti dengan jarumnya (Weaver, 1938).
      Dengan metode kuadrat, bentuk percontoh atau sampel dapat berupa segi empat atau lingkaran yang menggambarkan luas area tertentu. Luasnya bisa bervariasi sesuai dengan bentuk vegetasi atau ditentukan dahulu luas minimumnya. Untuk analisis yang menggunakan metode ini dilakukan perhitungan terhadap variabel-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi (Syafei, 1990).
b).Sistem Analisis dengan Metode Kuadrat
     Kerapatan adalah jumlah individu suatu jenis tumbuhan dalam suatu luasan tertentu, misalnya 100 individu/ha. Frekuensi suatu jenis tumbuhan adalah jumlah petak contoh dimana ditemukannya jenis tersebut dari sejumlah petak contoh yang dibuat. Biasanya frekuensi dinyatakan dalam besaran persentase. Basal area merupakan suatu luasan areal dekat permukaan tanah yang dikuasai oleh tumbuhan. Untuk pohon, basal areal diduga dengan mengukur diameter batang (Kusmana, 1997).
       Menurut Sumardi (2004) Kurva Spesies Area berguna untuk menunjukkan sistem keterwakilan dari hutan terwakili sehingga analisis vegetasi yang dilakukan dapat mewakili hutan yang diteliti. Langkah-langkah pembuatan Kurva Spesies Area adalah :
1.      Pembuatan plot awal dimana plot ini terletak secara sengaja di daerah penelitian yang menurut peneliti mewakili seluruh jenis yang ada, luas ukuran plot Kurva Spesies Area tergantung pada peneliti, yang penting adalah konsistensi plot selanjutnya dibuat berukuran dua kali luas plot awal.
2.       Dihitung jumlah spesies tumbuhan yang terdapat dalam plot 1,2,3,…dan seterusnya.
3.       Dibuat Kurva Spesies Area dengan menghubungkan antara ukuran plot dengan jumlah spesies (Gambar 2).
4.      Dari Kurva Spesies Area tersebut dapat ditentukan luas plot minimal atau minimal area yang digunakan. Bila dengan penambahan luas plot tidak lagi menyebabkan kenaikan jumlah jenis lebih dari 5 %, maka ukuran petak yang digunakan adalah seluas tersebut.





Gambar 2. Kurva Spesies Area (Sumardi 2004.).
        Menurut Sumardi (2004) jika berbicara mengenai vegetasi, kita tidak bisa terlepas dari komponen penyusun vegetasi itu sendiri dan komponen tersebutlah yang menjadi fokus dalam pengukuran vegetasi. Komponen tumbuh-tumbuhan penyusun suatu vegetasi umumnya terdiri dari bentuk tumbuh (growth form) berikut:
1.      Belukar (Shrub) : Tumbuhan yang memiliki kayu yang cukup besar, dan memiliki tangkai yang terbagi menjadi banyak subtangkai.
2.      Epifit (Epiphyte) : Tumbuhan yang hidup dipermukaan tumbuhan lain (biasanya pohon dan palma). Epifit mungkin hidup sebagai parasit atau hemi-parasit.
3.      Paku-pakuan (Fern) : Tumbuhan tanpa bunga atau tangkai, biasanya memiliki rhizoma seperti akar dan berkayu, dimana pada rhizoma tersebut keluar tangkai daun.
4.      Palma (Palm) : Tumbuhan yang tangkainya menyerupai kayu, lurus dan biasanya tinggi; tidak bercabang sampai daun pertama. Daun lebih panjang dari 1 meter dan biasanya terbagi dalam banyak anak daun.
5.      Pemanjat (Climber) : Tumbuhan seperti kayu atau berumput yang tidak berdiri sendiri namun merambat atau memanjat untuk penyokongnya seperti kayu atau belukar.
6.      Terna (Herb) : Tumbuhan yang merambat ditanah, namun tidak menyerupai rumput. Daunnya tidak panjang dan lurus, biasanya memiliki bunga yang menyolok, tingginya tidak lebih dari 2 meter dan memiliki tangkai lembut yang kadang-kadang keras.
7.      Pohon (Tree) : Tumbuhan yang memiliki kayu besar, tinggi dan memiliki satu batang atau tangkai utama dengan ukuran diameter lebih dari 20 cm.
   Untuk tingkat pohon dapat dibagi lagi menurut tingkat permudaannya, yaitu :
a.       Semai (Seedling) : Permudaan mulai dari kecambah sampai anakan kurang dari 1.5 m.
b.      Pancang (Sapling) : Permudaan dengan tinggi 1.5 m sampai anakan berdiameter kurang dari 10 cm.
c.       Tiang (Poles) : Pohon muda berdiameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm.
        Menurut Soerianegara dan Indrawan (1988) perhitungan analisis vegetasi ini dilakukan dengan metode jalur berpetak lanjut (continuous plot sampling) dengan setiap jalur berukuran 20 meter x 100meter. Pengumpulan data primer kondisi dengan melakukan inventarisasi vegetasi dengan metode jalur berpetak pada tiga formasi hutan yaitu hutan gambut, hutan peralihan (ecoton) dan hutan Dipterocarpaceae atas. Pada setiap formasi hutan dibuat jalur dengan luas 0,2 ha, yaitu lebar 20 m dan panjang 100 m. Jumlah plot yang dibuat adalah lima plot untuk setiap jalur analisis vegetasi. Inventarisasi vegetasi dilakukan untuk mengetahui struktur dan komposisi vegetasi habitat Orangutan Sumatera. Desain petak jalur tertera pada Gambar 3.
Keterangan:
A.    Semai berukuran 2 m x 2 m. Semai adalah anakan pohon mulai kecambah    sampai setinggi <1,5 m.
B.      Pancang berukuran 5 m x 5 m. Pancang adalah anakan pohon yang tingginya ≥ 1,5 m sampai diameter < 10 cm
C.     Tiang berukuran 10 m x 10 m. Tiang adalah pohon muda yang diameternya mulai 10 cm sampai < 20 cm.
D.    Pohon berukuran 20 m x 20 m. Pohon adalah pohon dewasa berdiameter ≥ 20 cm.
         Jika sudah dapat ditentukan luas petak minimum, maka juga harus dapat ditentukan jumlah petak contoh keseluruhan. Hitungan sederhananya, tergantung kita menginginkan berapa luas total sampling yang kita inginkan. Sebagai contoh luas kawasan yang akan kita eksplorasi adalah 10 ha, ukuran petak contoh yang ditentukan 12m x 12m dan kita menginginkan intensitas sampling (IS) 5% (artinya, kita hanya akan mengukur 1% dari luas total 10 ha). Maka jumlah petak contoh yang harus kita gunakan adalah :
Dik : N = 10 ha
         IS = 5% = 5% x 10ha = 0.5 ha
         LPC = 12m x12m = 0.0144 ha
Ditanya : Jumlah petak contoh (n) ?
Jawab : n = 0.5 ha / 0.0144 ha
               n = 34.72
               n = 35 petak
       Hitungan di atas adalah perhitungan sederhana tanpa mempertimbangkan tingkat ketelitian dan tingkat eror pada pengambilan sampling.
       Cara peletakan petak contoh ada dua, yaitu cara acak (random sampling) dan cara sistematik (systematic sampling), random samping hanya mungkin digunakan jika vegetasi homogen, misalnya hutan tanaman atau padang rumput (artinya, kita bebas menempatkan petak contoh dimana saja, karena peluang menemukan jenis bebeda tiap petak contoh relatif kecil). Sedangkan untuk penelitian dianjurkan untuk menggunakan sistematik sampling, karena lebih mudah dalam pelaksanaannya dan data yang dihasilkan dapat bersifat representative. Bahkan dalam keadaan tertentu, dapat digunakan purposive sampling.
       Adapun parameter vegetasi yang diukur dilapangan secara langsung adalah :
1.1. Nama jenis (lokal atau botanis)
2.2. Jumlah individu setiap jenis untuk menghitung kerapatan
3.3. Penutupan tajuk untuk mengetahui persentase penutupan vegetasi terhadap lahan
4.4. Diameter batang untuk mengetahui luas bidang dasar dan berguna untuk menghitung volume pohon.
5. 5. Tinggi pohon, baik tinggi total (TT) maupun tinggi bebas cabang (TBC), penting untuk mengetahui stratifikasi dan bersama diameter batang dapat diketahui ditaksir ukuran volume pohon.
         Hasil pengukuran lapangan dilakukan dianalisis data untuk mengetahui kondisi kawasan yang diukur secara kuantitatif. Di bawah ini adalah beberapa rumus yang penting diperhatikan dalam menghitung hasil analisa vegetasi, yaitu :
a.    Indeks Nilai Penting (INP)
Indeks Nilai Penting (INP) ini digunakan untuk menetapkan dominasi suatu jenis terhadap jenis lainnya atau dengan kata lain nilai penting menggambarkan kedudukan ekologis suatu jenis dalam komunitas. Indeks Nilai Penting dihitung berdasarkan penjumlahan nilai Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR) dan Dominansi Relatif (DR), (Mueller-Dombois dan ellenberg, 1974; Soerianegara dan Indrawan, 2005).
Densitas Mutlak (Kerapatan Mutlak/KM)
Densitas Relatif (Kerapatan Relatif/KR)
Dominansi Mutlak (DM)
Dominansi Relatif (DR)
Frekuensi Mutlak (FM)
Frekuensi Relatif (FR)
Indeks Nilai Penting (INP)
INP = DR + FR + KR

b.   Keanekaragaman Jenis
Keanekaragaman jenis adalah parameter yang sangat berguna untuk membandingkan dua komunitas, terutama untuk mempelajari pengaruh gangguan biotik, untuk mengetahui tingkatan suksesi atau kestabilan suatu komunitas. Keanekaragaman jenis ditentukan dengan menggunakan rumus Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener :
picture3
dimana : H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener
ni = Jumlah individu jenis ke-n
N = Total jumlah individu
a.   Indeks Kekayaan Jenis dari Margallef (R1)
picture4
dimana :
R1 = Indeks kekayaan Margallef
S = Jumlah jenis
N = Total jumlah individu
b.     Indeks Kemerataan Jenis
picture5
Dimana :
E = Indeks kemerataan jenis
H’ = Indeks keanekaragaman jenis
S = Jumlah jenis
Berdasarkan Magurran (1988) besaran R1 < 3.5 menunjukkan kekayaan jenis yang tergolong rendah, R1 = 3.5 – 5.0 menunjukkan kekayaan jenis tergolong sedang dan R1 tergolong tinggi jika > 5.0.
Besaran H’ < 1.5 menunjukkan keanekaragaman jenis tergolong rendah, H’ = 1.5 – 3.5 menunjukkan keanekaragaman jenis tergolong sedang dan H’ > 3.5 menunjukkan keanekaragaman tergolong tinggi.
Besaran E’ < 0.3 menunjukkan kemerataan jenis tergolong rendah, E’ = 0.3 – 0.6 kemerataan jenis tergolong sedang dan E’ > 0.6 maka kemerataaan jenis tergolong tinggi.
a).  Koefisien Kesamaan Komunitas
Untuk mengetahui kesamaan relatif dari komposisi jenis dan struktur antara dua tegakan yang dibandingkan dapat menggunakan rumus sebagai berikut (Bray dan Curtis, 1957 dalam Soerianegara dan Indrawan, 2005) :
picture6
dimana :
                IS      = Koefisien masyarakat atau koefisien kesamaan komunitas
              W    = Jumlah nilai yang sama dan nilai terendah ( < ) dari jenis-jenis  yang terdapat dalam dua tegakan yang dibandingkan
                 a, b = Jumlah nilai kuantitatif dari semua jenis yang terdapat pada tegakan pertama dan kedua

Nilai koefisien kesamaan komunitas berkisar antara 0-100 %. Semakin mendekati nilai 100%, keadaan tegakan yang dibandingkan mempunyai kesamaan yang tinggi. Dari nilai kesamaan komunitas (IS) dapat ditentukan koefisien ketidaksamaan komunitas (ID) yang besarnya 100 – IS. Untuk menghitung IS, dapat digunakan nilai kerapatan, biomassa, penutupan tajuk atau INP.
c.     Indeks Dominasi
  Indeks dominasi digunakan untuk mengetahui pemusatan dan penyebaran jenis-jenis dominan. Jika dominasi lebih terkonsentrasi pada satu jenis, nilai indeks dominasi akan meningkat dan sebaliknya jika beberapa jenis mendominasi secara bersama-sama maka nilai indeks dominasi akan rendah. Untuk menentukan nilai indeks dominasi digunakan rumus Simpson (1949) dalam Misra (1973) sebagai berikut :
picture8


Dimana :
C : Indeks dominasi
ni : Nilai penting masing-masing jenis ke-n
N : Total nilai penting dari seluruh jenis
      Suatu daerah yang didominasi oleh hanya jenis-jenis tertentu saja, maka daerah tersebut dikatakan memiliki keanekaragaman jenis yang rendah. Keanekaragaman jenis terdiri dari 2 komponen, yaitu jumlah jenis dalam komunitas yang sering disebut kekayaan jenis dan kesamaan jenis. Kesamaan menunjukkan bagaimana kelimpahan spesies itu, yaitu jumlah individu, biomassa, penutup tanah, dan sebagainya, yang tersebar antara banyak spesies itu (Ludwiq and Reynolds, 1988).
     Kerimbunan ditentukan berdasarkan penutupan daerah cuplikan oleh populasi jenis tumbuhan. Sedangkan frekuensi ditentukan berdasarkan kekerapan dari jenis tumbuhan dijumpai dalam sejumlah area sampel (n) dibandingkan dengan seluruh total area sampel yang dibuat (N), biasanya dalam persen (%). Keragaman spesies dapat diambil untuk menandai jumlah spesies dalam suatu daerah tertentu atau sebagai jumlah spesies diantara jumlah total individu dari seluruh spesies yang ada. Hubungan ini dapat dinyatakan secara numerik sebagai indeks keragaman atau indeks nilai penting. Jumlah spesies dalam suatu komunitas adalah penting dari segi ekologi karena keragaman spesies tampaknya bertambah bila komunitas menjadi makin stabil (Michael, 1994).
       Nilai penting merupakan suatu harga yang didapatkan dari penjumlahan nilai relatif dari sejumlah variabel yang telah diukur (kerapatan relatif, kerimbunan relatif, dan frekuensi relatif). Jika disusun dalam bentuk rumus maka akan diperoleh:
                               Nilai Penting = Kr + Dr + Fr
    Harga relatif ini dapat dicari dengan perbandingan antara harga suatu variabel yang didapat dari suatu jenis terhadap nilai total dari variabel itu untuk seluruh jenis yang didapat, dikalikan 100% dalam tabel. Jenis-jenis tumbuhan disusun berdasarkan urutan harga nilai penting, dari yang terbesar sampai yang terkecil. Dan dua jenis tumbuhan yang memiliki harga nilai penting terbesar dapat digunakan untuk menentukan penamaan untuk vegetasi tersebut (Odum, E. P., 1971).
d.   Luas Minimum
 Luas area tempat pengambilan contoh komunitas tumbuhan atau vegetasi sangat bervariasi, tergantung pada bentuk atau struktur vegetasi tersebut. Yang perlu diperhatikan dalam menentukan luas minimum yang dipakai adalah seluas papaun percontohan diambil harus dapat menggambarkan bentuk vegetasi secara keseluruhan. Percontohan yang diambil dianggap memadai apabila seluruh atau sebagian besar jenis tumbuhan pembentuk vegetasi itu berada dalam vegetasi akan didapatkan suatu luas terkecil yang dapat mewakili vegetasi, kecuali untuk hutan tropika yang sangat sulit ditentukan luas terkecilnya. Luas terkecil yang dapat mewakili karakteristik komunitas tumbuhan atau komunitas tumbuhan atau vegetasi secara keseluruhan disebut luas minimum (Sucipto, 2008).Dari luas minimum, kita dapat menentukan berapa ukuran transek yang digunakan. Ukuran luas minimum yang biasa digunakan ialah 25 cm x 25 cm, 25 cm x 50 cm, 50 cm x 50 cm, 50 cm x 100 cm, dan 100 cm x 100 cm. Dari masing-masing ukuran yang dibuat, dicatat semua jenis tumbuhan yang ditemukan. Kemudian dimasukkan ke dalam tabel. Untuk mendapatkan luas minimum, disusun sebuah grafik dari data yang diperoleh. Perlu dipahami bahwa luas minimum berada saat garis mulai mendatar, atau kalau ada penambahan jumlah jenis tidak melebihi 10% (Sucipto, 2008).
Menurut Wirakusumah (2003) Setelah luas minimum diketahui dan telah ditentukan, dari situlah jumlah minimum  dapat ditentukan. Jumlah minimum merupakan jumlah terkecil spesies yang terdapat dalam vegetasi.  Banyak atau sedikitnya jumlah spesies dalam vegetasi ditentukan oleh beerapa factor, yaitu:
a)    Iklim
         Iklim merupakan factor terpenting yang menyebabkan keragaman tumbuhan dalam suatu daerah karena masing masing tumbuhan mempunyai iklim dan habitat tertentu.
b)      Keragaman habitat
         Dengan  beragamnya habitat otomatis akan menyebabkan keragaman spesies tumbuhan yang membuat persaingan dan kompetisi meningkat.
c)      Ukuran
d)     Daerah yang luas akan dapat menampung jumlah individu / spesies yang banyak pula. Beberapa penelitian membuktikan bahwa terdapat hubungan anatar luas dan keberagaman spesies secara kuantitatif.
e.    Transek
 Transek adalah penampang melintang atau pandangan samping dari suatu wilayah. Transek merupakan salah satu teknik untuk memberikan gambaran informasi kondisi biofisik suatu wilayah kajian. Arti harfiah dari transek itu sendiri adalah gambar irisan muka bumi. Pada awalnya, transek dipergunakan oleh para ahli lingkungan untuk mengenali dan mengamati wilayah-wilayah ekologi, yaitu pembagian wilayah lingkungan alam berdasarkan sifat khusus keadaannya (Odum, E. P., 1971).
 Tujuan dari pembuatan transek, yaitu untuk mengetahui hubungan perubahan vegetasi dan perubahan lingkungan. Ada dua macam transek:
1).  Belt transect (transek sabuk)
Belt transek merupakan jalur vegetasi yang lebarnya sama dan sangat panjang. Lebar jalur ditentukan oleh sifat-sifat vegetasinya untuk menunjukkan bagan yang sebenarnya. Lebar jalur untuk hutan antara 1-10 m. Transek 1 m digunakan jika semak dan tunas di bawah diikutkan, tetapi bila hanya pohon-pohonnya yang dewasa yang dipetakan, transek 10 m yang baik. Panjang transek tergantung tujuan penelitian. Setiap segment dipelajari vegetasinya (Kershaw, 1979).
2). Line transect (transek garis)
 Dalam metode ini garis-garis merupakan petak contoh (plot). Tanaman yang berada tepat pada garis dicatat jenisnya dan berapa kali terdapat atrau dijumpai. Pada metode garis ini, sistem analisis melalui variabel-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi yang selanjutnya menentukan INP (indeks nilai penting) yang akan digunakan untuk memberi nama sebuah vegetasi. Kerapatan dinyatakan sebagai jumlah individu sejenis yang terlewati oleh garis. Kerimbunan ditentukan berdasar panjang garis yang tertutup oleh individu tumbuhan, dan dapat merupakan prosentase perbandingan panjang penutupan garis yang terlewat oleh individu tumbuhan terhadap garis yang dibuat (Syafei, 1990). Frekuensi diperoleh berdasarkan kekerapan suatu spesies yang ditemukan pada setiap garis yang disebar (Rohman, 2001).
Menurut Kumana (1997) ada beberapa metode yang dipakai untuk mengetahui survey vegetasi yaitu:
1.    Teknik Sampling Kuadrat (Quadrat Sampling Technique)
      Teknik sampling kuadrat ini merupakan suatu teknik survey vegetasi yang sering digunakan dalam semua tipe komunitas tumbuhan. Petak contoh yang dibuat dalam teknik sampling ini bisa berupa petak tunggal atau beberapa petak. Petak tunggal mungkin akan memberikan infoanasi yang baik bila komunitas vegetasi yang diteliti bersifat homogen.
Bentuk petak contoh yang dibuat tergantung pada bentuk morfologis vegetasi dan efisiensi sampling pola penyebarannya. Misalnya, untuk vegetasi rendah, petak contoh berbentuk lingkaran lebih menguntungkan karena pembuatan petaknya dapat dilakukan secara mudah dengan mengaitkan seutas tali pada titik pusat petak. Selain itu, petak contoh berbentuk lingkaran akan mcmberikan kesalahan sampling yang lebih kecil daripada bentuk petak lainnya, karena perbandingan panjang tepi dengan luasnya lebih kecil. Tetapi dari segi pola distribusi vegetasi, petak berbentuk lingkaran ini kurang efisien dibanding bentuk segiempat. Sehubungan dengan efisiensi sampling banyak studi yang dilakukan menunjukkan bahwa petak bentuk segiempat memberikan data komposisi vegetasi yang lebih akurat dibanding petak berbentuk bujur sangkar yang berukuran sama, terutama bila sumbu panjang dari petak tersebut sejajar dengan arah perobahan keadaan lingkungan/habitat.
2.      Metode Jalur
     Metode ini paling efektif untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut kondisi tanah, topografi dan elevasi. Jalur - jalur contoh ini harus dibuat memotong garis-garis topografi, misal tegak lurus garis pantai, memotong sungai, dan menaik atau menurun lereng gunung.
3.      Metode Garis Berpetak
`    Metode ini dapat dianggap sebagai modifikasi metode petak ganda atau metode jalur,  yakni dengan cara melompati satu atau lebih petak-petak dalam jalur sehingga sepanjang garis rintis terdapat petak-petak pada jarak tertentu yang sama.
4.      Metode Kombinasi antara Metode Jalur dengan Metode Garis Berpetak
       Dalam metode ini risalah pohon dilakukan dengan metode jalur dan permudaan dengan metode garis berpetak.


                                                  


BAB III
METODE PRAKTIKUM
A.  Waktu dan Lokasi Praktikum
Hari/Tanggal   : Sabtu, 4 Oktober 2014
Waktu             : Pukul 08.00 s.d. 11.00  WITA
Tempat            : Lapangan Samping Mesjid Ulil Albab FMIPA UNM Parang Tambung
B.  Bahan dan Alat Praktikum
1.    Alat
a.    Kuadrat bambu 2x2 m (Patok dapat kayu ataupun bambu)
b.    Tali rafia
c.    Meteran
d.   Alat tulis
e.    Kamera
f.     Label
g.    Gunting
h.    Perangkat lunak R
i.      Perangkat komputer.
2.   Bahan
a.    Tanaman pada plot dengan jenis yang heterogen (Herba, Semak, Perdu, dan Pohon).
C.  Prosedur Kerja
1.        Melakukan survei pada area praktikum untuk menentukan lokasi dengan vegetasi yang paling kaya. Untuk pertama, tentukan lokasi untuk vegetasi dengan bentuk hidup (growth form) herba.
2.        Pada lokasi yang terpilih, membuat plot ukuran 0.5 x 0.5 m.
3.        Menghitung jumlah seluruh spesies herba yang ditemukan pada plot ukuran 0.5 x 0.5 m atau memiliki luas berukuran 0.25 m2. Perhitungan hanya dilakukan pada spesies, bukan individu spesies.
4.        Membuat plot yang ukurannya 2 kali lebih besar dari ukuran plot awal. Plot tersebut  harus memiliki ukuran harus memiliki luas 0.5 m2, sehingga ukuran plot yang dibuat memiliki lebar 0.5 m dan panjang 1 m. Jadi laus plot yang dibuat adalah 0.5m x 1 m = 0.5m2. Hitung dan daftarkan semua spesies herba pada plot ini yang tidak ditemukan pada plot yang sebelumnya.
5.        Membuat plot baru berukuran dua kali lebih luas dari plot sebelumnya dengancara yang sama pada nomer dua, dan juga lakukan hal yang sama pada nomer 2 terhadap spesies herba yang ditemukan.
6.        Seluruh plot dibuat dengan cara bersarang, artinya plot terkecil terletak pada bagian terdalam dan semakin besar ukuran plot maka letaknya semakin luar (Gambar 1).
7.        Pembuatan plot baru dihentikan setelah tidak ditemukan lagi spesies-spesies baru atau menyebabkan kenaikan jumlah species tidak lebih dari 5-10% dari total spesies yang telah didaftar.
8.        Melakukan dokumentasi fotografi untuk setiap spesies yang ditemukan.
9.        Mencatat kondisi lingkungan abiotik tempat plot diletakkan. Lakukan dokumentasi fotografi.
10.    Semua spesies yang didaftar diidentifikasi sampai ke tingkat spesies. Menggunakan buku acuan atau website untuk identifikasi. Untuk memudahkan,cari dulu nama lokal dari spesies yang akan diidentifikasi, dan berdasarkan  nama lokal tersebut maka identifikasi untuk nama latin dilakukan.
11.    Melakukan langkah 2 sampai dengan 11 untuk bentuk hidup semak, lalu dilanjutkan dengan anakan pohon.
12.    Data disimpan dengan menggunakan perangkat lunak Excel. Buat dua buah data, yang pertama memiliki extention xlsx (Tabel 1) dan yang kedua csv. Pada Tabel 1, Kolum kode merupakan kolum untuk menunjukkan kode dari ukuran plot. Misalkan kode adalah 1, maka plot yang digunakan memiliki lebar 0.5 m dan panjang 0.5 m. Kolum Sp Baru menunjukkan jumlah spesies baru yang ditemukan pada plot yang sedang diamati.
13.    Mengulangi kegiatan tersebutr sebanyak 3 kali, yaitu untuk tempat terbuka, tempat antara terbuka dan ternaung dan tempat ternaung.
14.    Data dianalis dengan script program R "Kurva Spesies Area" di bawah ini. Pada bagian Lampiran setiap baris program harus dijelaskan tujuannya. Hasil utama dari script ini berupa tabel akumulasi spesies dan ukuran plot (Tabel 2) dan Gambar kurva spesies area (Gambar 2).
15.    Pada bagian Tinjauan Pustaka di dalam Laporan Praktikum, membahas tentang Kurva spesies area, dan berikan contoh-contoh tentang penelitian atau kegiatan yang menggunakan kurva species area.
D.  Analisis Data
Densitas Mutlak (Kerapatan Mutlak/KM)
Densitas Relatif (Kerapatan Relatif/KR)
Dominansi Mutlak (DM)
Dominansi Relatif (DR)
Frekuensi Mutlak (FM)
Frekuensi Relatif (FR)
Indeks Nilai Penting (INP)
INP = DR + FR + KR



































BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.  Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil Pengamatan Praktikum
Kode
Lebar
Panjang
Spesies Baru
1
0,5
0,5
6
2
1,5
1,5
3
3
2
2
3
4
3,5
3,5
1

Tabel 2. Ukuran Plot Pengamatan Berdasarkan Akumulasi Spesies
Kode
Lebar
Panjang
Sp.Baru
Luas.m
Luas.ha
akumulasi
persentase
1
0.5
0.5
6
0.25
0.00025
6
50.00
2
1.5
1.5
3
2.25
0.00225
9
33.33
3
2.0
2.0
3
4.00
0.00400
12
8.33
4
3.5
3.5
1
12.25
0.01225
13
23.08

Gambar: Grafik Pengamatan Kurva Spesies Area
B.  Analisis Data Programmer R
> #-------------------------------------------------------------------------------------------------
> #--- programmer: Rusdianto Nurman (1214041002) --------------
> #--- Makassar 15 oktober 2014 -------------------------------
> #--- Tugas --------------------------------------------------
> rm(list=ls(all=TRUE))
> #--- Ambil data ---------------------------------------------
> #Setwd(“D:/ EKTUM”)
> dataku<-read.table("Kurva Spesies Area.csv",header=TRUE,sep=",",dec=".")
> dataku
  kode lebar panjang sp.baru 
1    1   0.5     0.5       6
2    2   1.5     1.5       3
3    3   2.0     2.0       3
4    4   3.5     3.5       1
> #--- Mengatur 3 angka di belakang koma ----------------------
> options (digits=3)
> #------------------------------------------------------------
> #--- Fungsi Menghitung Luas Plot ----------------------------
> #--- dalam meter persegi ------------------------------------
> luas.mt <-function(x,y)
+         {ls.m <-x*y
+         return (ls.m)
+         }
> #------------------------------------------------------------
> Luas.m <- luas.mt(Dataku$lebar, Dataku$panjang)
> Luas.m
[1]  0.25  2.25  4.00 12.25
> #------------------------------------------------------------
> #--- Fungsi Menghitung Luas Plot ----------------------------
> #--- dalam hektar -------------------------------------------
> luas.ha <-function(x)
+         {ls.ha <-x /10000
+         return(ls.ha)
+         }
> #------------------------------------------------------------
> Luas.ha <- luas.ha(Luas.m)
> Luas.ha
[1] 0.000025 0.000225 0.000400 0.001225
> #------------------------------------------------------------
> #--- Menghitung Akumulasi Spesies ---------------------------
> akumulasi <-cumsum(Dataku$sp.baru)
> akumulasi
[1]  6  9 12 13
> #------------------------------------------------------------
> #--- Menghitung persentase pertambahan ----------------------
> #--- Spesies ------------------------------------------------
> persen <-function(x,y)
+          {(x/y)*100}
> persentase <-persen(Dataku$sp.baru[-1],akumulasi)
Warning message:
In x/y : longer object length is not a multiple of shorter object length
> persentase
[1] 50.00 33.33  8.33 23.08
> #------------------------------------------------------------
> #--- Menggabungkan Data -------------------------------------
> Dataku <-data.frame (Dataku,Luas.m, Luas.ha, akumulasi, persentase)
> Dataku
  kode lebar panjang sp.baru  X X.1 Luas.m  Luas.ha
1    1   0.5     0.5       6 NA  NA  0.25 0.000025
2    2   1.5     1.5       3 NA  NA  2.25 0.000225
3    3   2.0     2.0       3 NA  NA  4.00 0.000400
4    4   3.5     3.5       1 NA  NA  12.25 0.001225
  akumulasi persentase
1         6      50.00
2         9      33.33
3        12       8.33
4        13      23.08
>plot(Dataku$Kode,Dataku$akumulasi,type='n',ylim=c(1,25),pch=16,col=3, cex=1,5, ylab = 'Akumulasi Spesies', xlab='Ukuran Plot')
> #--- Membuat Grafik -----------------------------------------
>plot(Dataku$kode,Dataku$akumulasi,type='n',ylim=c(1,25),pch=16,col=3,cex=1:5,ylab='akumulasi spesies',xlab='ukuran plot')
> #--- Membuat Grid -------------------------------------------
> grid(lty=1,lwd=1)
> lines(Dataku$kode,Dataku$akumulasi,col='red')
> points(Dataku$kode,Dataku$akumulasi,col='blue')
>#--- Membuat sumbu x perhatikan berapa banyak
>#--- plot yang dibuat -----------------------------------
>axis(1, at=1:4, lab=c("1","2","3","4"))
>#--------------------------------------------------------
>#---- species accumulation curve ------------------------
C.  Pembahasan
Praktikum kali ini kami dialokasikan di lapangan samping Mesjid Ulil Albab UNM Parang Tambung, dengan menggunakan metode kurva kuadrat (kurva spesies area) dimana kami menancapkan beberapa bambu untuk membuat plot. Pada saat praktikum berlangsung kami mengambil lokasi di bawah pohon yang besar.
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis kurva spesies area yang kami dapat di atas bahwa jumlah seluruh spesies yang kami dapat adalah 13 spesies.  Dimana pada plot yang pertama (0,5 m x 0,5 m) ditemukan adanya 6 spesies yang berbeda. Pada plot kedua (1,5 m x 1,5 m) dan ketiga (2 m x 2 m) hanya didapatkan penambahan 3 spesies baru ditiap plot. Sedangkan plot yang terakhir (3,5 m x 3,5 m) hanya ditemukan aadanya penambahan 1 spesies yang baru. Adapun grafik kurva di atas menunjukkan semakin besar plot maka semakin besar akumulasi dari spesies tersebut.
Namun setelah kami melihat area dari plot terakhir, tidak adal lagi spesies baru yang dapat diambil, hal ini menyebabkan karena lokasi lahan yang digunakan untuk praktikum merupakan lahan yang masih cukup baru dan lokasi kami tepat berada di bawah pohon yang besar. Sehingga dapat menyebabkan tanaman yang kami teliti bisa kekurangan nutrisi, cahaya dan air akibat dari pohon tersebut. Selain itu pada lokasi lahan tersebut persebaran vegetasi spesies tanaman masih kurang dikarenakan adanya faktor internal dan eksternal.
Berdasarkan teori yang dikemukakan Menurut Wirakusumah (2003) Faktor – faktor persebaran vegetasi antara lain karena faktor: Abiotik : faktor yang merupakan lingkungan sekitar, bukan makhluk hidup, seperti hewan, tanaman, dan manusia. Yang termasuk diantaranya ada tiga kategori: - Klimatik (iklim), -Relief (bentuk permukaan bumi), dan -Edafik (tanah).  Biotik : faktor yang merupakan makhluk hidup, yang dapat saling berpengaruh karena kehidupannya. Yang termasuk diantaranya antara lain:- Tanaman, -Hewan, -Aktivitas Manusia.
BAB V
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisisi kurva spesies area yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanmya terdiri atas beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Analisis vegetasi dengan menggunakan metode kuadrat (KSA/Kurva Spesies Area) dapat dilihat tumbuhan yang mendominasi pada lapangan tersebut adalah rumput-rumputan sejenis alang-alang. Dan pada plot 1 (0,5 m x 0,5 m), 2 (1,5 m x 1,5 m), 3 (2 m x 2 m), dan 4 (3,5 m x 3,5 m) masing-masing spesies yang didapat adalah 6, 3, 3, dan 1 yang terdiri dari herba, rumput dan perdu. Adapun faktor yang mempengaruhi
B.  Saran
Adapun saran saya adalah untuk masing-masing anggota kelompok sebaiknya kekompakannya ditingkatkan, dan saat memeriksa spesies yang ada pada plot harus dilihat dengan cermat supaya tidak ada spesies yang terlewatkan sehingga data yang diperoleh cukup bagus. Sedangkan untuk dosen pembimbing diharapkan pelaksanaan praktikumnya lebih ditingkatkan lagi baik dari segi lapangan dan metode pengambilan sampelnya maupun dari segi praktikumnya.























DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2014. Kurva Spesies Area. http://id.wikipedia.org/wiki/Kurva_spesies-area. Diakses pada tanggal 17 Oktober 2014
Campbell, N.A.2008. Biologi Jilid 3 Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga.

Ewusie, J. Y.2000. Pengantar Ekologi Tropika Bandung: ITB.

Hariyanto, Sucipto, dkk. 2008. Teori dan Praktik Ekologi. Surabaya: Penerbit Universias Airlangga (Airlangga Press).

John E. Weaver and Frederic E. Clements. 1938. Plant Ecology. New York;    London: McGraw-Hill Book Company, inc.

Kershaw, K.A. 1979. Quantitatif and Dynamic Plant Ecology. London: Edward Arnold Publishers.

Kusmana, C, 1997. Metode Survey Vegetasi. Bogor: PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor.

Ludwig, John A. and James F. Reynolds. 1988. Statistical ecology: a primer of methods and computing. Wiley Press, New York, New York. 337 pp.

Marsono, D. 1977. Diskripsi Vegetasi dan Tipe-tipe Vegetasi Tropika.

Michael, M. 1994. Ekologi Umum. Jakarta: Universitas Indonesia.       

Odum, E. P., 1971. Dasar-dasar Ekologi Edisi Ketiga. Yogyakarta: UGM Press.

Rohman, Fatchur dan I Wayan Sumberartha. 2001. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. Malang: JICA.

Soerianegara, I dan Andry Indrawan. 2005. Ekologi Hutan Indonesia. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Soerianegara, I dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sumardi dan S.M, Widyastuti.2004.Dasar-dasar Perlindungan Hutan.Yogyakarta: UGM Press.

Syafei, Eden Surasana. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bandung: ITB.

Marsono, Djoko.2004.Konservasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup.Yogyakarta : BIGRAF Publishing.
Wirakusumua, Sambac. 2003. Dasar-Dasar EkologiBagi Populasi dan Komunitas. Jakarta: UI-Press.























LAMPIRAN
Dokumentasi Hasil Praktikum

Plot I (0,5 m x 0,5 m)
1.jpg2.jpg3.jpg
5.jpg4.jpg6.jpg

Plot 2 (1,5 m x 1,5 m)
7.jpg9.jpg10.jpg




Plot 3 (2 m x 2 m)
11.jpg 12.jpg 14.jpg
Plot 4 (3,5 m x 3,5 m)
13.jpg





















Programmer Data R
>#--- Kurva spesies area -----------------------------------------
> #-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
> #--- programmer: Rusdianto Nurman (1214041002) -----------------
> #--- Makassar 15 oktober 2014 ----------------------------------
> #--- Tugas -----------------------------------------------------
> rm(list=ls(all=TRUE))
> #--- Ambil data ------------------------------------------------
> #Setwd(“D:/ EKTUM”)
> dataku<-read.table("Kurva Spesies Area.csv",header=TRUE,sep=",",dec=".")
> dataku
  kode lebar panjang sp.baru 
1    1   0.5     0.5       6
2    2   1.5     1.5       3
3    3   2.0     2.0       3
4    4   3.5     3.5       1
> #--- Mengatur 3 angka di belakang koma -------------------------
> options (digits=3)
> #---------------------------------------------------------------
> #--- Fungsi Menghitung Luas Plot -------------------------------
> #--- dalam meter persegi ---------------------------------------
> luas.mt <-function(x,y)
+         {ls.m <-x*y
+         return (ls.m)
+         }
> #---------------------------------------------------------------
> Luas.m <- luas.mt(Dataku$lebar, Dataku$panjang)
> Luas.m
[1]  0.25  2.25  4.00 12.25
> #---------------------------------------------------------------
> #--- Fungsi Menghitung Luas Plot -------------------------------
> #--- dalam hektar ----------------------------------------------
> luas.ha <-function(x)
+         {ls.ha <-x /10000
+         return(ls.ha)
+         }
> #---------------------------------------------------------------
> Luas.ha <- luas.ha(Luas.m)
> Luas.ha
[1] 0.000025 0.000225 0.000400 0.001225
> #---------------------------------------------------------------
> #--- Menghitung Akumulasi Spesies ------------------------------
> akumulasi <-cumsum(Dataku$sp.baru)
> akumulasi
[1]  6  9 12 13
> #---------------------------------------------------------------
> #--- Menghitung persentase pertambahan -------------------------
> #--- Spesies ---------------------------------------------------
> persen <-function(x,y)
+          {(x/y)*100}
> persentase <-persen(Dataku$sp.baru[-1],akumulasi)
Warning message:
In x/y : longer object length is not a multiple of shorter object length
> persentase
[1] 50.00 33.33  8.33 23.08
> #---------------------------------------------------------------
> #--- Menggabungkan Data ----------------------------------------
> Dataku <-data.frame (Dataku,Luas.m, Luas.ha, akumulasi, persentase)
> Dataku
  kode lebar panjang sp.baru  X X.1 Luas.m  Luas.ha
1    1   0.5     0.5       6 NA  NA  0.25 0.000025
2    2   1.5     1.5       3 NA  NA  2.25 0.000225
3    3   2.0     2.0       3 NA  NA  4.00 0.000400
4    4   3.5     3.5       1 NA  NA  12.25 0.001225
  akumulasi persentase
1         6      50.00
2         9      33.33
3        12       8.33
4        13      23.08
>plot(Dataku$Kode,Dataku$akumulasi,type='n',ylim=c(1,25),pch=16,col=3, cex=1,5, ylab = 'Akumulasi Spesies', xlab='Ukuran Plot')
Error in xy.coords(x, y, xlabel, ylabel, log) :
  'x' and 'y' lengths differ
> #--- Membuat Grafik --------------------------------------------
>plot(Dataku$kode,Dataku$akumulasi,type='n',ylim=c(1,25),pch=16,col=3,cex=1:5,ylab='akumulasi spesies',xlab='ukuran plot')
> #--- Membuat Grid ----------------------------------------------
> grid(lty=1,lwd=1)
> lines(Dataku$kode,Dataku$akumulasi,col='red')
> points(Dataku$kode,Dataku$akumulasi,col='blue')
>#--- Membuat sumbu x perhatikan berapa banyak
>#--- plot yang dibuat -------------------------------------
>axis(1, at=1:4, lab=c("1","2","3","4"))
>#----------------------------------------------------------
>#---- species accumulation curve --------------------------
Grafik di Programmer R
10729100_362334373927188_507929364_n.jpg

Tidak ada komentar:

Posting Komentar