A.
Dasar Teori
Pada hewan betina yang dewasa seksual dikenal adanya siklus reproduksi.
Siklus reproduksi adalah siklus seksual yang terdapat pada individu betina
dewasa seksual dan tidak hamil yang meliputi perubahan-perubahan siklik pada
organ-organ reproduksi tertentu misalnya ovarium, uterus, dan vagina di bawah
pengendalian hormon reproduksi. Siklus reproduksi meliputi antara lain siklus
esterus, siklus ovarium, dan siklus menstruasi (Adnan, 2008).
Siklus
reproduksi pada mamalia primate disebut siklus menstruasi, sedangkan siklus
reproduksi pada non-primata disebut siklus estus. Siklus estrus ditandai dengan adanya estrus (birahi). Pada saat estrus,
hewan betina reseptif terhadap hewan jantan, dan kopulasinya kemungkinan besar
fertile sebab dalam ovarium sedang terjadi ovulasi dan uterusnya berada pada
fase yang tepat untuk implantasi. Dari satu estrus ke estrus
berikutnya disebut satu estrus. Panjang siklus estrus pada tikus mencit 4-5
hari, pada babi, sapi, dan kuda 21 hari, pada marmot 15 hari (Adnan dan Mu’nisa, 2013).
Siklus awal
adalah sekitar 50 hari usia di kedua perempuan dan laki-laki, meskipun mungkin
betina estrus pertama mereka pada 25-40 hari. Tikus rumah
dan berkembang biak sepanjang tahun, ovulasi spontan. Lamanya siklus estrus 4-5
hari dan estrus itu sendiri berlangsung sekitar 12 jam, terjadi di malam hari. Vagina sendiri berguna dalam perkawinan waktunya untuk
menentukan tahap siklus estrus. Perkawinan biasanya terjadi pada
malam hari dan dapat dikonfirmasi oleh kehadiran sebuah peluang
sanggama di vagina hingga 24 jam pasca-sanggama. Kehadiran sperma pada vagina sendiri juga
merupakan indikator yang dapat diandalkan kawin. Betina
tikus ditempatkan bersama-sama cenderung masuk ke anestrus. Jika terkena
laki-laki tikus, sebagian besar perempuan akan masuk ke estrus dalam waktu
sekitar 72 jam (Wikipedia, 2013).
Siklus estrus dibagi dalam beberpa tahap yaitu siestrus (anestrus),
proestrus, estrus, dan metestrus. Tahap-tahap siklus dapat ditentukan dengan
melihat gambaran gambaran sitology apusan vagina. Pada saat estrus apusan
vagina memperlihatkan sel-sel epitel menanduk (Adnan dan Mu’nisa, 2013).
Pada fase estrus yang dalam bahasa
latin disebut oestrus yang berarti “kegilaan” atau “gairah”, hipotalamus
terstimulasi untuk melepaskan gonadotropin-releasing hormone (GRH). Estrogen
menyebabkan pola perilaku kawin pada mencit, gonadotropin menstimulasi
pertumbuhan folikel yang dipengaruhi follicle stimulating hormone (FSH)
sehingga terjadi ovulasi. Kandungan FSH ini lebih rendah jika dibandingkan
dengan kandungan luteinizing hormone (LH) maka jika terjadi coitus dapat
dipastikan mencit akan mengalami kehamilan. Pada saat estrus biasanya mencit
terlihat tidak tenang dan lebih aktif, dengan kata lain mencit berada dalam
keadaan mencari perhatian kepada mencit jantan. Fase estrus merupakan periode
ketika betina reseptif terhadap jantan dan akan melakukan perkawinan, mencit
jantan akan mendekati mencit betina dan akan terjadi kopulasi. Pada
kedua kasus ini ovulasi terjadi pada suatu waktu dalam siklus ini setelah
endometrium mulai menebal dan teraliri banyak darah, karena menyiapkan uterus
untuk kemungkinan implantsi embrio. Satu perbedaan antara kedua siklus itu
melibatkan nasib kedua lapisan uterus jika kehamilan tidak terjadi. Pada siklus
mnestruasi endometrium akan meluruh dari uterus melalui serviks dan vagina
dalam pendarahan yang disebut sebagai menstruasi. Pada siklus estrus
endometrium diserap kembali oleh uterus, dan tidak terjadi pendarahan yang
banyak (Campbell, 2004).
Banyak hewan ketika berahi menjadi sangat aktif. Babi dan sapi pada saat
berahi berjalan empat atau lima kali lebih banyak dibandingkan dengan sisa masa
siklusnya. Aktivitas yang tinggi ini disebabkan oleh esterogen. Tikus yang
berada di dalam kandang berlari secara spontan jauh lebih banyak ketika berahi
dibandingkan selama diestrus (Nalbandov, 1990).
Pada species dengan siklus yang lebih panjang seperti wanita dan hewan
domestikasi, akan mengalami keterlambatan satu sampai beberepa hari dari
perubahan ovarium. Kecuali itu, betina dengan siklus panjang menunjukkan
variasi individu yang sangat nyata dan menyebabkan aplikasi teknik apusan
vagina kurang tepat dan kurang berguna (Nalbandov, 1990).
Fase menstruasi terjadi bila ovum tidak dibuahi sehingga tidak ada
implantasi. Tidak adanya implantasi menyebabkan tidak terbentuknya plasenta.
Tidak adanya plasenta menyebabkan tidak terbentuknya human chorionic
gonadotrophin (hCG), sehingga tidak ada yang memelihara korpus luteum.
Akibatnya korpus luteum berdegenerasi. Degenerasi korpus luteum menjadi korpus
albican menyebabkan produksi progesteron menurun secara drastis hingga mencapai
kadar yang tidak mempu mempertahankan penebalan endometrium. Akibatnya terjadi
penyusutan dan peluruhan endometrium (Junqueiro dan Carneiro, 1982).
Puncak peristiwa siklus estrus adalah pecahnya folikel dan terlepasnya ovum
dari ovarium. Pada sapi, 75% mengalami ovulasi 12 s/d 14 jam setelah berahi
berakhir; yang lain mengalami ovulasi lebihawal, yaitu 2,5 jam sebelum berahi
berakhir. Pada wanita akan mengalami ovulasi kira-kira hari ke 14 dari siklus.
Pada beberapa hewan, variasi saat ovulasi tidak jelas. Hampir mayoritas kelinci
tanpa memperhatikan bangsanya, ovulasiterjadi 10 s/d 11 jam setelah kopulasi
atau sesudah injeksi dengan hormone yang mengindukdi ovulasi. Pada tikus dan
mencit, panjang siklus dan saat ovulasi sangat konstan pada setiap macam strain
(Nalbandov, 1990).
B.
Tujuan Praktikum
Diharapkan mahasiswa dapat:
1. Membedakan sel-sel hasil apusan vagina
2. Menentukan tahap siklus yang sedang dialami oleh hewan betina
C.
Prosedur Kerja
1. Memasukkan
pipet tetes yang sudah diusap alkohol 70% kedalam vagina mencit kira-kira
sedalam ½ cm, lalu putar dengan hati-hati. Lalu menyemprotkan larutan NaCl 0,9%
ke dalam vagina mencit dengan menggunakan pipet tetes yang halus. Menyemprotkan
dan menyedot berulang kali hingga cairan di dalam pipet tampak keruh.
2. Diatas kaca
objek, mengoleskan pipet tetes tadi atau meneteskan sedikit cairan keruh dari
pipet penyemprot.
3. Meneteskan
larutan metilen blue dalam larutan Nacl 0,9% keatas kaca objek tersebut
membiarkan selama 3-5 menit.
4. Membuang
kelebihan zat warna, lalu membilas dengan aquades.
5. Mengeringkan
dan mengamati di bawah miksroskop
6. Menentukan
gambaran sitology apusan vagina dan tahap siklus reproduksinya seperti :
a. Diestrus
b. Proestrus
c. Estrus
d. Metestrus
D.
Hasil Pengamatan
1. Fase Estrus
Gambar Pengamatan
|
Keterangan
|
Gambar Pembanding
|
|
1. Sel epitel menanduk
|
2. Fase Metestrus
Gambar Pengamatan
|
Keterangan
|
Gambar Pembanding
|
|
1. Sel epitel menanduk
2. Leukosit
|
3. Fase Diestrus
Gambar Pengamatan
|
Keterangan
|
Gambar Pembanding
|
|
1. Sel epitel menanduk yang belum terbongkar
2. Leukosit
3. Epitel berinti
|
|
4. Fase Proestrus
Gambar Pengamatan
|
Keterangan
|
Gambar Pembanding
|
|
1. Epitel berinti
2. Leukosit
|
|
E.
Pembahasan
Pada saat
praktikum berlangsung yang pertama kami lakukan adalah menyiapkan
alat-alat dan bahan yang akan digunakan untuk memeriksa siklus reproduksi yang
dialami oleh mencit betina. Mencit (Mus
musculus), mempynyai empat fase estrus utama, namun pada praktikum yang
telah kami lakukan, kami tidak menemukan fase proestrus. Akan tetapi, praktikan
akan membahas fase proestrus menurut teori yang ada.
Adapun fase
utaman dalam siklus reproduksi mencit betina yaitu:
1.
Fase estrus
Pada mencit I, pertama-tama
kami memberikan perlakuan dengan mengusap vagina mencit dengan alkohol,
kemudian memasukkan pipet tetes yang berisi NaCl 0,9%. Menyemprotkan dan
menyedot berulang kali hingga cairan di dalam pipet tampak keruh, kemudian
ketika mendapatkan cairan yang keruh kami letakkan di atas objek glass dengan
menambahkan metilen blue dan kemudian diamati di mikroskop.
Hasil
pengamatan yang kami lakukan bahwa mencit sedang mengalami fase estrus, dimana
tampak adanya epitel menanduk yang banyak. Akan tetapi, tidak adanya kelihatan
epitel berinti. Berdasarkan teori yang menyatakan bahwa Fase estrus, adalah fase yang ditandai dengan adanya sel-sel epitel
menanduk yang sangat banyak, dan beberapa sel epitel dengan inti yang
berdegenerasi. Lamanya fase ini kurang lebih 25 jam (Adnan, 2008).
2.
Fase Metestrus
Pada mencit II,
pertama-tama kami memberikan perlakuan dengan mengusap vagina mencit dengan
alkohol, kemudian memasukkan pipet tetes yang berisi NaCl 0,9%. Menyemprotkan
dan menyedot berulang kali hingga cairan di dalam pipet tampak keruh, kemudian
ketika mendapatkan cairan yang keruh kami letakkan di atas objek glass dengan menambahkan
metilen blue dan kemudian diamati di mikroskop.
Hasil
pengamatan yang kami lakukan bahwa mencit sedang mengalami fase metestrus,
dimana tampak adanya epitel menanduk yang sedikit dengan leukosit yang banyak. Jadi
sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa Fase metestrus
adalah fase yang ditandai dengan adanya sel-sel epitel menanduk dan leukosit
yang banyak. Lamanya fase ini kurang lebih 8 jam (Adnan, 2008).
3.
Fase diestrus
Pada mencit III,
pertama-tama kami memberikan perlakuan dengan mengusap vagina mencit dengan
alkohol, kemudian memasukkan pipet tetes yang berisi NaCl 0,9%. Menyemprotkan
dan menyedot berulang kali hingga cairan di dalam pipet tampak keruh, kemudian
ketika mendapatkan cairan yang keruh kami letakkan di atas objek glass dengan
menambahkan metilen blue dan kemudian diamati di mikroskop.
Hasil
pengamatan yang kami lakukan bahwa mencit sedang mengalami fase diestrus,
dimana tampak adanya epitel menanduk yang belum terbongkar, epitel berinti yang
sedikit dan leukosit yang banyak. Berdasarkan dengan teori yang menyatakan
bahwa Fase diestrus, adalah fase yang ditandai dengan adanya
sel-sel epitel berinti dalam jumlah yang sangat sedikit dan leukosit dalam
jumlah yang sangat banyak. Lamanya fase ini kurang lebih 55 jam (Adnan, 2008).
4.
Fase Proestrus
Pada mencit IV,
pertama-tama kami memberikan perlakuan dengan mengusap vagina mencit dengan
alkohol, kemudian memasukkan pipet tetes yang berisi NaCl 0,9%. Menyemprotkan
dan menyedot berulang kali hingga cairan di dalam pipet tampak keruh, kemudian
ketika mendapatkan cairan yang keruh kami letakkan di atas objek glass dengan
menambahkan metilen blue dan kemudian diamati di mikroskop.
Berdasarkan hasil pengamatan tampak adanya sel-sel epitwl berinti yang
banyak dengan leukosit yang sediki. Sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa
Fase proestrus adalah fase yang ditandai dengan adanya sel-se epitel berintil
berbentuk bulat, leukosit tidak ada atau sangat sedikit. Lamanya fase ini
kurang lebih 18 jam (Adnan, 2008).
F.
Kesimpulan
Dari hasil praktikum
diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Perbedaan dari
tiap-tiap apusan vagina
a. Pada fase
Diestrus, kita dapat mengetahui ciri-ciri fase ini yaitu ditandai dengan adanya
sel-sel epitel berinti dalam jumlah yang sangat sedikit dan sebaliknya leukosit
dalam jumlah yang sangat banyak. Fase ini dikenal dengan masa istirahat karena
ovarium dan alat kelamin luar tidak mengalami perubahan.
b. Fase Proestrus
merupakan fase yang ditandai dengan adanya sel-sel epitel yang berinti
berbentuk bulat, kemudian tidak memiliki leukosit atau ada namun hanya sedikit.
c. Fase Estrus
merupakan fase yang ditandai dengan adanya sel-sel epitel menunduk yang sangat
banyak, dan beberapa sel epitel dengan inti yang berdegenerasi.
d. Fase Metestrus
merupakan fase yang ditandai dengan adanya sel-sel epitel menanduk dan memiliki
leukosit yang banyak.
2. Tahap-tahap siklus reproduki yang dialami adalah fase estrus, metestrus,
dietrus dan proestrus.
G.
Saran
Saran untuk praktikum atau
praktikan selanjutnya yaitu agar semua bahan yang diperlukan dalam melakukan
praktikum ini hendaknya dilengkapi secepatnya. Selain itu, praktikan juga harus
memperhatikan betul bagaimana cara-cara memasukkan pipet tetes dalam vagina
mencit dan dipahami dengan baik supaya saat melakukan penyedotan tidak
menyakiti hewan uji (mencit) tersebut. Serta menjaga kebersihan dalam ruangan.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan dan Mu’nisa. 2013. Penuntun Praktikum
Perkembangan Hewan.
Makassar: Jurusan Biologi FMIPA UNM.
Adnan. 2008. Perkembangan Hewan. Makassar:
Jurusan Biologi FMIPA UNM.
Campbell, Reece,
dan Mitchel. 2004. Biologi Edisi 5 Jilid 2. Jakarta: Erlangga
Junqueri, L. C. Dan Carnerio. J. 1980. Histologi
Dasar. California: Lange Medical Publishing.
Nalbandov, V. V. 1990. Fisiologi
Reproduksi pada Mamalia Dan Unggas. Jakarta: Universitas Indonesia.
Wikipedia.2013. Mencit. http://id.wikipedia.org/wiki/Mencit. di akses pada
tanggal 03 Desember 2013.
LAMPIRAN
Pertanyaan:
1.
Jelaskan hubungan antara siklus vagina, siklus uterus, dan
siklus ovarium dalam kaitannya dengan siklus estrus!
2.
Hormon-hormon apakah yang berperan dalam mengatur siklus reproduksi
pada manusia? Jelaskan pengaruh masing-masing hormon tersebut!
3.
Apakah beda siklus menstruasi dari siklus estrus?
Jawaban:
1.
Hubungan antara siklus vagina, siklus uterus, dan siklus
ovarium dengan siklus estrus yaitu pada saat siklus estrus terjadi maka vagina,
uterus dan ovarium akan mengalami perubahan-perubahan. Perubahan-perubahan itu
antara lain: 1) Vagina, perubahan-perubahan
yang berlangsung pada vagina meliputi perubahan histologi epitel yang tergambar
pada saat dilakukan pengamatan apusan vagina. Epitel vagina secara siklik dirusak
dan dibentuk kembali selama siklus, bervariasi dari bentuk skuama berlapis
hingga kuboid rendah. 2) Uterus, Perubahan yang sangat nyata terjadi di
endometrium dan kelenjarnya. Selama fase folikuler dari siklus estrus, kelenjar
uterus sederhana dan lurus dengan sedikit cabang. Penampilan kelenjar uterus
ini menandakan untuk stimulasi esterogen. Selama fase luteal, yakni saat
progeteron beraksi terhadap uterus, endometrium bertambah tebal secara
mencolok. Diameter dan panjang kelenjar meningkat secara cepat, menjadi bercabang-vabang
dan berkelok-kelok. 3) Ovarium, Puncak peristiwa siklus estrus adalah pecahnya
folikel dan terlepasnya ovum dari ovarium.
2.
Fungsi hormon yang
berperan dalam mengatur siklus reproduksi pada manusia:
a.
Hormon GnRH (Gonadotrophin Releasing Hormon) berfungsi menstimulasi hipofisis
anterior untuk memproduksi dan melepaskan hormon-hormon gonadotropin (FSH/LH).
b.
Hormon FSH (Follicle Stimullating
Hormone) berfungsi Merangsang pematangan folikel dalam ovarium dan menghasilkan
estrogen, mengendalikan ciri seksual pria & wanita (penyebaran rambut,
pembentukan otot, tekstur & ketebalan kulit, suara dan bahkan mungkin sifat
kepribadian)
c.
Hormon LH (Lutinizing Homone)/ICSH
(Interstitial Cell Stimulating Hormon) erfungsi
mempengaruhi pematangan folikel dalam ovarium dan menghasilkan progestron,
mengendalikan fungsi reproduksi (pembentukan sperma & sementum, pematangan
sel telur, siklus menstruasi.
d.
Hormon Estrogen berfungsi
mengendalikan perkembangan ciri seksual & sistem reproduksi wanita, saat
pembentukan kelamin sekunder wanita, seperti bahu mulai berisi, tumbuhnya
payudara, pinggul menjadi lebar, dan rambut mulai tumbuh di ketiak dan
kemaluan. Di samping itu, hormon enstrogen juga membantu dalam pembentukan lapisan
endometrium.
e.
Progesteron berfungsi
mempersiapkan lapisan rahim untuk penanaman sel telur yang telah dibuahi,
mempersiapkan kelenjar susu untuk menghasilkan susu, menjaga penebalan
endometrium, menghambat produksi hormon FSH, dan memperlancar produksi laktogen
(susu).
f.
HCG (Human Chorionic Gonadotrophin) Berfungsi meningkatkan dan
mempertahankan fungsi korpus luteum dan produksi hormon-hormon steroid terutama
pada masa-masa kehamilan awal.
g.
LTH (Lactotrophic Hormon) / Prolactin berfungsi untuk memicu / meningkatkan produksi dan
sekresi air susu oleh kelenjar payudara. Di ovarium, prolaktin ikut
mempengaruhi pematangan sel telur dan mempengaruhi pematangan sel telur dan
mempengaruhi pematangan sel telur dan mempengaruhi fungsi korpus luteum.
3.
Perbedaan siklus estrus dan msiklus menstruasi:
ü Hewan
yang sedang estrus mengalami dorongan seksual yang sangat kuat namun singkat
selama pertengahan masa estrus, tetapi tidak reseptif secara seksual di
masa-masa lain; sementara reseptivitas seksual terjadi sepanjang siklus
menstruasi.
ü Secara
fisik, estrus mempersiapkan saluran reproduksi betina bagi kopulasi, sedangkan
siklus menstruasi melibatkan persiapan yang amat rumit agar endometrium siap
bagi implantasi sel telur yang terfertilisasi. Sebagai akibatnya, jika fertilisasi
tidak terjadi, penebalan dinding uterus.
ü Apapun
yang telah dipersiapkan pada hewan-hewan yang mengalami estrus akan diserap
kembali; pada hewan-hewan yang mengalami menstruasi, pelapis-pelapis
hipertrofik meluruh sebagai aliran darah menstruasi.
ü Peristiwa-peristiwa
pada siklus estrus lebih mudah terpengaruh oleh lingkungan daripada siklus
menstruasi.
ü Waktu kawin, Pada hewan
yang mengalami siklus estrue perkawinan hanya terjadi pada fase estrus saja
sedangkan pada primata dan manusia yang mengalami siklus menstruasi perkawinan
dapat terjadi kapan saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar